Suara deru mesin-mesin
motor dan mobil yang berhenti di tengah kemacetan, juga asap-asap yang
keluar dari knalpotnya mewarnai suasana perjalanan kami sore itu. Mobil
kami pun juga turut berada di kesesakan jalan waktu itu.
Saat sinar
matahari sudah benar-benar menghilang, perjalanan kami menuju desa Kamal
tinggal beberapa menit lagi. Suasana khas desa yang sepi, damai, dan
gelap saat malam menjamu kami untuk pertama kali. Hingga pukul 17.10
sampailah rombongan kami di tempat tujuan, yang dalam hal ini merupakan
rumah dari pimpinan rombongan kami sendiri. Yaitu, mas Eko Dian Wahyudi
selaku Pimpinan Umum Araa-aita.
Keluarga mas Eko menyambut
dengan baik rombongan kami dan mempersilahkan kami masuk ke kediamannya.
Setelah meletakkan barang-barang dan istirahat sejenak sembari
meluruskan kaki, saya dan teman-teman beranjak untuk melaksanakan Sholat
Maghrib. Tak berapa lama usai menunaikan Sholat Maghrib, adzan
sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Waktu Isya’ pun telah tiba, karena
belum batal wudlu kami pun segera melaksanakan Sholat Isya’ berjama’ah.
Jam menunjukkan pukul 07.45, saat saya dan teman-teman duduk
berkumpul di Musholla. Setelah Sholat kami memutuskan untuk tetap
berkumpul disana dan forum sederhana pun terbentuk dari hasil kami duduk
melingkar tersebut. Sebenarnya tidak bisa disebut melingkar, melainkan
duduk mengikuti pola Musholla yang persegi panjang. Namun, sekali lagi
itu sama sekali tidak menghilangkan esensi dari duduk bersama itu
sendiri, yakni kebersamaan.
Melalui forum sederhana ini juga
dijelaskan sedikit garis besar kegiatan kami untuk dua hari ke depan di
kediaman mas Eko ini. “Jadi untuk dua hari ke depan nanti kita pengurus
melakukan Rapat Rancangan Kerja (RAKER), sebenarnya ini memang lebih
ditekankan kepada pengurus yaitu angkatan 2011 dan 2012, namun kru
magang atau anak-anak new news yaitu angkatan 2013 juga dirasa perlu
untuk mengikuti kegiatan ini agar bisa mengetahui mekanisme RAKER,”
terang mas Mukhlis yang menjabat sebagai Pimpinan Redaksi Ara-aita.
RAB, lahir di warung kopi dan sangat menginspirasi
Keesokan harinya, udara segar yang menyelimuti desa tempat kami tinggal
untuk sementara ini mengusik kami untuk jalan-jalam. Menghirup hawa
pagi yang jarang kami temui di Surabaya. Melihat matahari terbit dan
embun-embun yang membasahi pucuk-pucuk daun.
Mas Eko tentu saja
yang menjadi guide bagi perjalanan kami (anak-anak new news) menyusuri
lahan yang bakal dijadikan lading tebu ini. Setelah perjalanan yang
mengesankan itu, kami pun segera melakukan kegiatan Rapat Rancangan
Kerja yaitu membahas mengenai Work Plan pengurus Ara-aita selama satu
periode atau satu tahun mendatang.
Selama pengurus rapat, maka
kami kru new news juga diperbolehkan membuat forum kajian sendiri.
Akhirnya kami pun memutuskan untuk melakukan kajian dengan membahas
pengantar ilmu filsafat.
Malam harinya, kami berkesempatan
untuk berdiskusi bersama suatu komunitas asli desa tersebut, yaitu
Remaja Anak Bangsa (RAB). Komunitas ini mayoritas beranggotakan
remaja-remaja warga desa tersebut, mulai dari pelajar SMU hingga
Mahasiswa. Namun, tidak menutup kemungkinan ada juga anggota yang sudah
bekerja.
Organisasi ini awalnya memang lahir di warung kopi,
karena merasa bahwa selama ini mereka hanya sekedar me-ngobrol tak jelas
di warung kopi akhirnya lama-kelamaan tercetuslah ide diantara mereka
untuk mengadakan suatu kajian yang bermanfaat ketika mereka berkumpul.
Kajian-kajian yang mereka lakukan merupakan kajian keilmuan, yang sampai
sekarang sangat bermanfaat buat mereka tentunya untuk menambah wacana
di luar desa Kamal.
Kegiatan-kegiatan yang telah mereka lakukan
pun juga bermanfaat untuk seluruh warga desa Kamal seperti membantu
membersihkan fasilitas desa baik masjid, maupun jalanan desa. Jadi
mereka pun berhasil mengolah waktu kumpul mereka selama ini dan
menjadikannya hal-hal yang bermanfaat. Dari yang asalnya sekedar ngobrol
di warung kopi kini menjadi diskusi yang sarat keilmuan. Hasil sharing
dengan mereka tentunya sangat mengispirasi kami semua, bagaimana di
tengah keterbatasan dana, organisasi yang lahir di desa ini tetap
berusaha untuk eksis berdiri dan semangat untuk terus berkembang. Demi
memberikan manfaat bagi masyarakat desa.
Kajian kemiskinan, dan realita pengemis di makam Syekh Khona Kholil
Hari ketiga, kami masih melanjutkan rangkaian kegiatan RAKER itu
sendiri. Setelah di hari sebelumnya kami sudah membahas Work Plan dan
rubrikasi majalah. Kini kami melanjutkan topik pembahasan yaitu mengenai
kemiskinan, yang rencananya akan dijadikan sebagai tema besar dan
diangkat menjadi pemberitaan di majalah Ara-aita edisi 62 nantinya.
Kemiskinan yang melanda hampir di setiap Negara, baik itu Negara maju,
berkembang apalagi Negara miskin akhirnya melahirkan suatu fenomena
yaitu banyaknya pengemis. Banyak hal yang bisa dijadikan kategori
faktor-faktor penyebab kemiskinan. Seperti, dari segi agama terutama
hindhu yang memetakan masyarakat menurut kasta, pemerintah yang biasanya
dengan tolak ukur pendidikan dan lapangan kerja, Industrialisasi yang
semakin berkembang, Budaya konsumerisme masyarakat, dan sebagainya.
Pengemis yang bisa dijadikan salah satu indikasi dari kemiskinan itu
sendiri memang masih banyak ditemui di Negara Indonesia. Seringkali kita
temukan kaum peminta-minta ini di tempat-tempat yang tak pernah sepi
orang seperti tempat wisata termasuk wisata religi seperti makam para
Waliullah.
Namun, sebelum perjalanan pulang menuju kota
Surabaya, rombongan kami sempat berziarah di makam Syekh Khona Kholil di
Kabupaten Bangkalan. Dan saya menemukan hal berbeda di tempat ini, saya
tidak menjumpai pengemis di sekitar wilayah makam yang saat itu ramai
pengunjung. Bahkan menurut salah satu pengunjung yang sempat saya tanyai
mengatakan bahwa tempat ini selalu ramai didatangi peziarah, apalagi
jika bulan Ramadhan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kondisi di
Surabaya, seperti makam Sunan Ampel yang ramai oleh peziarah itu, juga
ramai dengan pengemisnya.
Setelah berziarah di makam Syekh
Khona Kholil, rombongan kami berkunjung ke salah satu rumah senior kami
yaitu cak Buyung. Kami mendapat sambutan hangat dan diberikan kesempatan
untuk mengetahui kisah perjalanan cak Buyung di organisasi yang dulunya
menjadi rumah beliau dan sekarang juga menjadi rumah kami. Ara-aita.(Zur'ah)
No comments:
Post a comment