Pagi yang indah. Langit
yang cerah. Dengan penuh gairah dan semangat yang masih tetap membara. Fatih melangkah memasuki gerbang Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya. Fakultas Dakwah yang demikian ia cinta. Ia bayangkan hari
yang indah penuh barakah. Mata kuliah Studi Islam, Studi Al-Qur’an , Fiqih Dakwah, mengawali
langkah paginya. Mencoba menjalani hari dengan mencintai rasulullah seutuhnya, tekad
membaktikan diri sepenuhnya di Agama Tuhan Yang Esa sudah menjadi kepatuhannya. Semuanya menjadi cahaya dalam dada.
Menjadi mentari bagi semangatnya dalam setiap langkah. Semangat itulah yang
membuat ia begitu antusias menyimak
setiap materi yang diberikan Dosen, bahkan ia tak penah melewatkan satu materi
pun hilang sia-sia . tak ada
satu kalimatpun yang diucapkan dosen yang tak ditulisnya. Begitulah Fatih ia sangat
menghargai waktu, dan sangat beryukur pada Tuhan Yang Esa karena masih diberikan kesempatan untuk duduk dibangku
kuliah. Maklum saja orang tua Fatih hanyalah seorang buruh
tani di bawah kaki gunung penangungan. Dengan kondisi orang tua yang seperti
itu mustahil untuknya bisa kuliah , bisa sampai lulus SMA pun sudah menjadi
kebangaan yang luar biasa. Namun tekad Fatih untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan ilmu agama yang kuat membuatnya tak kenal lelah dan tak pernah menyerah tuk mewujudkan mimpinya.
Kuliah yang dijalaninya hari ini dengan semangat berjuang di
Agama Tuhan Yang Esa telah usai . Pukul 1 siang
ia pulang. Ia berjalan kaki melintasi jembatan layang, lalu Naik bus kota
menuju arah Ketintang, ia menyewa sepetak kamar kecil di sebuah rumah tua di
kawasan Ketintang. Kamar yang dulu pernah disewa sepupunya sewaktu masih mengadu
nasib di kota Surabaya yang kini telah menikah dan punya rumah di daerah
Mojokerto. Tuan rumahnya sangat baik. Tak pernah menagih uang sewa kamar. Entah
karena apa sang tuan rumah tak pernah menagih uang sewa ia sendiri pun tak tau,
mungkin juga karena kasian melihat ia yang yang seperti itu ataukah alasan lain
ia tak tau. Tapi yang pasti ia sendiri yang sering malu. Malu pada diri sendiri
dan tentu malu pada tuan rumah. Pernah ia tidak bisa bayar sewa kamar selama tiga
bulan. Dan pemilik rumah tak juga menagih. Kali ini, sudah empat bulan ia belum
bayar. Otaknya terus berputar dari mana ia akan dapat uang. Meminta orangtua
yang sudah renta sangat tidak mungkin.
Ia hanya selalu yakin bisa membayar. Allah Mahakaya. Allah
yang akan membukakan jalannya. Sudah dua puluh lamaran ia kirimkan ke tempat-tempat yang teriklankan di koran
ataupun di mading-mading kampus. Namun tidak satu pun panggilan ia dapatkan, apalagi pekerjaan.
Sementara ini, untuk memenuhi kebutuhan harian, ia berjualan buku-buku, majalah dan kaset-kaset islami di depan masjid Nurul Falah. Ia tidak bisa menggelar dagangannya setiap waktu. Sebab harus berbagi dengan jam kuliah. Boleh dikata ia punya kesempatan serius menjajakan dagangannya hanya pada hari Jumat, karena hanya pada hari jum’at lah dagangannya laku keras karena banyak orang yang datang ke masjid untuk sholat jum’at.
Sementara ini, untuk memenuhi kebutuhan harian, ia berjualan buku-buku, majalah dan kaset-kaset islami di depan masjid Nurul Falah. Ia tidak bisa menggelar dagangannya setiap waktu. Sebab harus berbagi dengan jam kuliah. Boleh dikata ia punya kesempatan serius menjajakan dagangannya hanya pada hari Jumat, karena hanya pada hari jum’at lah dagangannya laku keras karena banyak orang yang datang ke masjid untuk sholat jum’at.
Ketika bis sampai ia turun. Seperti biasa ia langkahkan kakinya
menuju masjid Baitul Haq . Ia ingin melepas penat, sambil menunggu Ashar tiba. Ia masuk masjid. Terasa
teduh. Masjid-masjid dimanapun memang selalu meneduhkan. Ia pilih sebuah tiang.
Duduk, dan menyandarkan punggungnya, ke tiang. Tas hitamnya ia lepas. Ia
letakkan di samping kanan. Kedua kakinya ia selonjorkan. Perlahan matanya
memejam, namun pikirannya tetap melayang-layang. Dari mana ia akan dapatkan
uang. Dari mana ia akan bayar sewa kamar. “Ya Allah, mohon berikan aku jalan”.
Pintanya mengharap pada yang kuasa
Azan Ashar berkumandang. Ia bangkit. Harus segera beranjak
sebelum orang mulai banyak. Ia harus buang air
kecil dan ambil wudlu. Ia menuju kamar kecil. Benar. Orang mulai banyak.
Belasan kamar kecil tertutup. Untung masih ada satu yang terbuka. Kosong. Ia
masuk. Ia tutup pintunya. Di pintu ia temukan tas ransel hitam kumal
tergantung.
“Ada yang lupa membawa barangnya.”.
“Di mana-mana, selalu saja orang sering meningalkan barangnya
di kamar kecil”. Gumamnya.
Misalnya di kamar kecil masjid Ulul Albab ia pernah menemukan
kaca mata tertinggal. Di kamar kecil masjid Al - Djawahir ia pernah menemukan
bungkusan plastik hitam. Ternyata isinya tiga buku mata kuliah. Dan pemiliknya
ternyata seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Entah
kenapa ia sering menemukan barang-barang yang tertinggal di kamar kecil.
Ia ambil tas itu, sempat terlintas dibenaknya untuk membuka
tas itu dan ingin mengambil isinya siapa tahu ada benda berharganya, mengingat
kondisinya saat ini. “lumayan bisa buat
bayar uang sewa kamar” pikirnya, namun ia segera tersadar dalam kondisi apapun semiskin
apapun selemah apapun ia tidak boleh
kehilangan iman , boleh saja kehilangan harta tapi jangan sampai kehilangan
iman. Lalu ia memutuskan untuk keluar
dan berteriak ke arah orang-orang yang sedang berwudlu, “Ada yang merasa
memiliki tas ini!”
Tak ada yang menjawab.
Sekali lagi ia berteriak, “Perhatian! Maaf, ada yang merasa
memiliki tas ini. Aku temukan tergantung di kamar kecil nomor empat belas.”
“Pemiliknya mungkin sedang sholat.” Sahut seseorang.
“Serahkan saja pada pengurus masjid. Siapa tahu nanti
pemiliknya mencari!” Sahut yang lain.
“ Ya, serahkan saja pada pengurus masjid, biar nanti setelah
shalat diumumkan.”
“Baik.”
“Baik.”
Ia langsung bergegas ke tempat pengurus masjid. Menyerahkan
tas itu dan ihwal penemuannya. Pengurus masjid yang berjenggot lebat itu
tersenyum ramah dan berkata, “Bukankah kau yang biasa berjulan buku di Masjid
Nurul Falah ya?”
“Benar pak.”
“Siapa namamu?”
“Fatih. Lengkapnya Muhammad Fatih Sirojul Haq.”
“Apa yang kau lakukan sangat tepuji. Sesuai dengan
namamu. Tidak semua orang yang menemukan tas berusaha disampaikan pada
yang berwenang mengurusinya.
Aku bangga padamu. Semoga Allah memberkahi perbuatanmu,
Anakku. Kau telah menunaikan amanah, dan insya Allah akan kami tunaikan amanah
ini!” dan semoga Allah membalas kebaikanmu.*(Maulana)
No comments:
Post a comment