Mentari pagi telah menampakkan
sinarnya, telah muncul dari persembunyiannya, perlahan langit petang pun
beranjak menjadi terang. Hari yang mulai siang itulah pertanda bahwa Dina harus
kembali melakukan aktifitasnya sebagai mahasiswa, dengan semangat pagi dan penuh
juang 45 Dina segera bergegas pergi kekampus, dengan antusias dia memasuki ruang kelas , berharap agar segera
mendapat tambahan ilmu yang bermanfaat yang bisa dibawa pulang hari ini. Semangat belajar yang telah mengebu-ngebu Dina
tadi pupus sudah setelah memasuki ruang kelas ternyata dosen belum datang. Namun dengan sabar dina tetap menunggu kehadiran
sang pembawa ilmu yang akan dapat mencerahkannya. Pepatah lama mengatakan
menunggu adalah sesuatu yang sangat menyebalkan, tak terkecuali juga Dina . cukup
lama Dina menunggu ,tapi dosen tak kunjung datang
pula, 1 jam sudah Dina menunggu dan akhirnyapun dosen datang juga, jam karet dosen
tadi membuat 1 jam terbuang sia-sia yang hanya dibuat untuk menunggu yang
seharusnya bisa digunakan untuk hal lain yang lebih penting.
Memang budaya ngaret
(menunda waktu) telah mendarah daging pada bangsa ini dalam berbagai aspek
kehidupan. Budaya buruk ini juga telah merambah pula pada kalangan akademika
tak terkecuali pada bangku kuliah, ironisnya budaya ini tak hanya terjadi pada
mahasiswa tapi juga pada dosen yang notabenenya adalah sebagai pendidik yang
harus memberikan contoh yang baik, . Berbagai macam alasan pun di lontarkan
dosen yang telat, mulai dari jalanan macet, kehujanan, urusan keluarga dan
alasan-alasan lain yang umum digunakan untuk membela diri. Namun nyatanya,
alasan itu tidak selamanya benar. Ada yang hanya berbohong supaya tidak di
tegur oleh Pimpinan. Hal ini
memerlukan perhatian khusus dari semua pihak.
Dosen
adalah seorang pendidik. Prilaku dosen mungkin saja ditiru oleh mahasiswanya.
Keterlambatan yang terjadi seharusnya bisa menjadi tamparan bagi dosen yang
telat pada pertemuan sebelumnya. Pantaskah seorang dosen telat? Pantaskah perilaku tersebut dilihat ratusan
mahasiswa. Bagaimana generasi penerus berikutnya yang katanya akan menjadi
calon-calon pemimpin bangsa dididik oleh pendidik yang tidak profesional?
Biasa
terjadi defensive dalam menanggapi pernyataan diatas seperti “yah kalian sudah
mahasiswa tentunya bisa menyaring mana yg baik dan mana yg buruk, lalu contoh
lah yg baik tersebut”. Tapi bisakah mereka yang berkata seperti itu memberi
contoh nyata pada kehidupan sehari-hari, tidak hanya kata-kata penuh defensive.
Mereka
yang datang terlambat seperti tidak menghargai waktu dan terlalu menganggap
remeh keadaan. Padahal waktu mereka yang terbuang percuma tidak akan mampu
datang kembali. Budaya terlambat ini benar-benar merusak jatidiri seseorang,
karena memupuk mental tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab. Budaya jam
karet sendiri telah membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia, yakni
rendahnya etos kerja dan etos belajar yang dimiliki masyarakat kita, serta
pandangan terhadap pribadi masyarakat Indonesia yang tidak menghargai waktu.
Budaya
telat ini juga menyebabkan rusaknya semangat belajar mahasiswa yang ingin
mencari ilmu, membuat mahasiswa yang biasanya ontime menjadi tidak ontime
karena berfikir “Ah, pasti dosennya belum dateng, aku dateng telat juga ah”.
Selain itu, setiap orang pasti punya plan sehari-harinya, baik tertulis maupun
tak tertulis, keterlambatan dosen bisa saja merusak plan yang telah di-manage
dengan baik.
Banyak mahasiswa yang mengeluhkan hal ini,
seperti yang diungkapkan I, mahasiswa KPI semester 1. “Kami sudah merasakannya
sendiri, menunggu hampir dua jam dan ternyata dosen tidak jadi masuk tanpa
keterangan yang jelas, atau menunggu satu sampai dua jam hingga dosennya
datang,” ungkapnya. Dia menuturkan hal ini di rasa sangat merugikan bagi
mahasiswa, karena waktu satu hingga dua jam itu bisa dipakai untuk beristirahat
ataupun mengerjakan tugas.
Tidak
adanya konfirmasi dari dosen apabila ia datang terlambat ataupun batal mengajar
membuat mahasiswa menjadi gelisah. Ingin pulang takut dosen datang, menunggu
tapi ternyata tidak jadi masuk. Keterlambatan dosen ini kemungkinan ada dua
alasan, disengaja dan tidak disengaja. Disengaja karena mungkin dosen bosan
dengan mahasiswa yang selalu terlambat datang ketika ia mengajar, sehingga
akhirnya ia mengulur waktu untuk hadir mengajar, tidak disengaja misalnya
tiba-tiba ada rapat yang harus dihadiri, ataupun ada urusan mendadak lainnya.
Jam
karet ini terjadi karena kurangnya rasa disiplin terhadap waktu, orang-orang
suka menunda pekerjaan, sehingga berimbas pada molornya waktu yang digunakan.
Kebiasaan ini semakin mengakar karena sebagian orang dapat memaklumi keadaan.
Karena jam karet adalah kebiasaan yang buruk, jadi sudah semestinya tidak kita
lestarikan. Biasakan untuk melakukan pekerjaan tanpa menunda-nunda,
kesadaran diri sendiri sangat penting dalam menanggulangi masalah ini. Jadi, masih
pantaskah seorang dosen datang terlambat?
kalau dosen tersebut tidak masuk karena ada keluarga atau saudara yang meninggal secara mendadak lalu dosen tersebut sudah menginformasikan ke pihak kampus namun karena sosialisasi yang kurang maka mahasiswa/i tetap terlantar. bagaimana solusi dr kasus diatas?
ReplyDelete