Pesta demokrasi yang biasa dirayakan rakyat
Indonesia dengan memilih pemerintah secara langsung, telah diselenggarakan
tanggal 9 April kemarin. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia menggunakan
hak suaranya kemarin (9/4).
Golongan
putih atau yang biasa disingkat dengan golput, adalah sebutan bagi sebagian
masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tahun ini. Tak
hanya masyarakat umum, golput nyatanya juga menjangkit sebagian kalangan
mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA), utamanya adalah para mahasiswa
rantau yang terkendala jarak. Seperti yang kita ketahui, mahasiswa UINSA tidak
hanya berasal dari daerah Surabaya dan sekitarnya saja, akan tetapi juga
berasal dari luar propinsi maupun luar pulau. Bagi para mahasiswa rantau
tersebut, jarak dan waktu adalah kendala utama dalam berpartisispasi pada
pemilu 2014 ini.
Kendala jarak jauh yang harus ditempuh saat mencoblos dan terkait
waktu yang hanya sehari, membuat
mahasiswa rantau merasa sayang bila harus jauh-jauh pulang ke kampung halaman,
hanya untuk memberikan sumbangsih suara dalam pemilu. Hal tersebut, diungkapkan
oleh salah satu Mahasiswa Program studi Komunikasi, Robby Mubarok yang merupakan
salah satu mahasiswa golput. “ Sebenarya saya juga ingin sekali ikut nyoblos, karena saudara saya juga ada
yang maju sebagai kandidat Caleg, tapi berhubung harus nyoblos
di rumah (kampung halaman) yang lumayan jauh, saya memutuskan untuk golput saja,
apalagi waktu liburnya hanya sehari,” keluh mahasiswa asal Cilacap, Jawa Tengah
itu.
Kecewa lantaran tidak bisa menyumbangkan suara, bukan
hanya dialami Robby, mahasiswa asal Jambi bernama Solmisah pun turut
merasakannya. Mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) itu menuturkan
sejumlah rasa kecewa yang dialami karena tidak bisa ikut mencoblos, baginya demokrasi adalah hal
yang baik karena telah dicontohkan para sahabat rasul dahulu. Menjadi bagian
dari golput membuat mahasiswa semester dua itu merasa tidak melaksanakan
kewajiban dan menggunakan haknya sebagai warga negara. “ Kalau saja tidak
berhalangan hadir, aku pasti ikut milih,
karena sejatinya demokrasi adalah hal yang baik dan benar, karena hal itu juga
pernah dicontohkan para sahabat rasul terdahulu. Aku sendiri merasa tidak
memberikan hak dan kewajibanku ketika aku golput,” kata mahasiswa yang
bertempat tinggal di Pesantren Mahasiswa (PESMA) tersebut.
Lain halnya dengan Robby dan Solmisah, Arief Fuji Laksono,
mahasiswa asal Bogor, Jawa Barat, lebih memilih golput karena merasa tidak
peduli dengan aparat pemerintah yang dinilainya akan melupakan rakyat. Selain
itu dengan memilih secara langsung di daerah asalnya, otomatis ia akan rugi
waktu, tenaga dan biaya. “ Buat apa pulang hanya untuk milih? Orang yang mau dipilih saja tidak kenal? Visi dan misi
mereka juga saya tidak tahu? Terlebih
lagi, ongkos saya untuk pulang juga mahal dan tentunya capek harus bolak-balik
tiga hari, atau bahkan hanya sehari. Itu nguras
tenaga, waktu dan dompet,” kata mahasiswa semester dua itu.
Mengatasi permasalahan golput pada masyarakat rantau di
Kota Surabaya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyediakan suatu wadah
tersendiri bagi warga luar Kota Surabaya yang ingin ikut berpartisipasi dalam
pemilu. KPU Relawan
Demokrasi adalah nama komunitas yang khusus disediakan bagi
masyarakat luar Surabaya tersebut. Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang
disediakan bagi komunitas ini adalah di Taman Bungkul.
Adanya komunitas tersebut, nampaknya tidak banyak
disambut hangat oleh para mahasiswa golput UINSA. Seperti halnya yang
diutarakan Arief Fuji Laksono terhadap kebungkaman hak suaranya dalam pemilu
2014 ini, karena pemerintah yang
nantinya juga tidak peduli dengan nasib rakyat. Arief berpendapat bahwa
pemerintah hanya peduli dan mengurus rakyat di awal pemerintahannya saja,
selebihnya mereka lebih tertarik untuk mengumpulkan uang sebagai modal kampanye
selanjutnya. “ Kalau kita ikut milih,
lalu mereka jadi wakil rakyat sebenarnya, mereka hanya mengurusi rakyat di awal
pemerintahannya saja, saat jabatannya mau habis dan datang masa kampanye
selanjutnya, mereka lebih sibuk untuk mengumpulkan uang demi kampanye yang akan
datang. Akhirnya lupa dengan rakyat. Itulah fakta yang terjadi di daerahku,”
tambah Mahasiswa Prodi Soiologi tersebut.
Berbagai alasan diungkapkan para mahasiswa rantau agar
mereka tetap berada pada sisi netral. Meskipun tetap memilih golput dengan
berbagai alasan, jauh di lubuk hati para mahasiswa golput itu, tentu tetap
ingin berpartisipasi dan menjadi bagian dari pesta demokrasi rakyat Indonesia,
yang diselenggarakan lima tahun sekali. “ Ya, hati kecil saya sebenarnya tetap
ingin ikut memilih, berhubung tata cara dan persyaratan buat pemilih rantauan saja tidak tahu, jadi lebih
baik tidak deh,” ungkap mahasiswa
kelahiran Bogor tersebut.
Cok/Tik
No comments:
Post a comment