Secara
tidak langsung, pihak birokrat seharusnya memberikan senyatanya perhatian
kepada organisasi yang bernaung didalamnya. Mengetahui apa-apa yang menjadi
kebutuhan dan perkembangannya serta memosisikan mereka dengan posisi yang
selayaknya.
Surabaya
__Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) yang didalamnya banyak
organisasi ekstra yang bernaung, baik Unit Kegiatan Mahasiswa/Khusus (UKM/UKK)
dan Dewan Eksekutif Mahasiswa dan Musyawarah Senat
Mahasiswa-Universitas/Fakultas (DEMA/MUSEMA-U/F). Bagi kampus yang mempunyai
organisasi didalamnya seyogyanya pihak
birokrat dapat menjadi orang tua, dalam artian pihak birokrat benar-benar
memantau setiap perkembangan baik dalam segi intelektual, spiritual juga
emosional dari anak-anaknya.
Pasalnya,
pihak birokrat yang ada di UINSA tidak memberikan perhatian secara khusus
layaknya orang tua. Banyak ditemukan UKM/UKK serta DEMA/MUSEMA-U/F yang seakan
tidak mendapat perhatian secara khusus dari pihak birokrat. Mulai dari kegiatan,
ke-eksistensian baik aktivitasnya pun pihak
birokrat tidak mengetahui keseluruhan apa-apa yang ada pada setiap organisasi
yang ada.
Sebagaimana
ditemukannya keluhan dari salah satu mahasiswa semester II yang menjadi aktivis
UKM Teater Suaini, sebut saja RA (nama
inisial) yang merasa bahwa keanehan terjadi pada UKM Teater Sua milik Fakultas
Dakwah dan Komunikasi (FDK) ketika mendapat kebijakan mengenai sanggar. Dia
menjelaskan bahwa sanggar yang dimiliki Teater Sua tepatnya dibelakang fakultas itu dirobohkan oleh pihak
birokrat. Padahal dulunya lahan tersebut tidak terawat yang akhirnya dikelolah
UKM-nya menjadi sebuah sanggar. “Sanggar yang dipertahankan sekarang
benar-benar ratah oleh tanah,” jelas aktivis UKM SUA itu.
RA
menambahkan bahwa alasan yang dipaparkan pihak birokrat dirasa tidak rasional.
Dirobohkannya sanggar sua itu dengan alasan akan dijadikan parkir, padahal
menurutnya dengan lahan sempit dengan jalur keluar masuk semacam itu tidak
mungkin bisa dijadikan sebuah parkiran, pihak birokrat tidak melihat nasip
UKM-nya kedepan. “Sanggar dirobohkan, katanya mau dijadikan parkir,” pungkas
mahasiswi Ilmu Komunikasi ini dengan menggeleng-geleng.
Mengacu
pada hal diatas, hal senada juga dialami DEMA-U. Dulunya kantor DEMA-U terletak
di gang gepuk namun sekarang DEMA-U tak memiliki kantor. Kontrakan yang
dijadikan kantor oleh pihak birokrat malah diberikan kepada Penerimaan Beasiswa
Santri Berprestasi (PBSB), dalam artian DEMA-U harus mengalah dengan memberikan
kantornya pada orang lain. Lambung selaku presiden universitas memaparkan bahwa
semua ini dirasa aneh, demi PBSB maka DEMA-U menjadi tidak memiliki kantor.
“DEMA-U tidak mempunyai kantor karena diberikan pada PBSB,” pungkasnya saat
diwawancarai Cr ew New News (08/04) minggu lalu.
Ali
Mufrodi selaku Wakil Rektor III yang menangani masalah kemahasiswaan menanggapi
hal diatas, dia mengatakan bahwa tidak ada perbedaan untuk setiap UKM/UKK juga
organisasi (ekstra) apapun, apalagi mengenai tempat semua untuk kebaikan
bersama. Dia juga menambahkan mengenai bascame untuk semua UKM/UKK serta
organisasi, bahwa salah satu proyek dalam pembangunan twin tower yang ada
dikampus itu juga untuk penyediaan bascame. “Tidak ada yang diistimewakan,
semua ini untuk kebaikan bersama,” pungkas pria bertubuh tegap itu (10/04).