Jadwal kuliah
yang begitu padat menyebakan banyak mahasiswa yang mengelu, sehingga kuliahnya
pun menjadi terganggu, setelah dicari akar masalahnya ternyata hal ini tak lain
adalah disebabkan oleh kurangnya sosialisasi pihak kurikulum terhadap
mahasiswa.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pun
demikian, khususnya di Faultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), akibat kurangnya sebuah komunikasi antara
pihak kurikulum, dosen dan mahasiswa, Banyak mahasiswa yang mengeluh prihal
jadwal kuliahnya yang dirasa sangat mengekang dan membuatnya hampir tak dapat
bergerak. Bayangkan saja mereka, harus kuliah dari pagi sampai sore, terutama
mahasiswa semester 2 mereka harus kuliah dari jam 6 sampai jam 6 lagi. Padahal
mahasiswa telah dengan mudah memilih jadwal yang dikehendakinya.
Hal sekecil ini pun tanpa disadari mempunyai efek
yang negatif untuk mahasiswa sendiri, karena jadwal kuliah yang terlalu padat,
akhirnya aktivitas kuliah pun terganggu, karena tentunya daya berfikir sesorang itu
memiliki kemampuan yang berbeda-beda. “Kuliah
seharian membuat pening dan jenuh,” ujar Ria mahasiswa PMI semester 2 itu.
Bukan hanya daya
pikir, daya tahan tubuh pun ikut terganggu. Hal ini sangat dirasa oleh
mahasiswa aktivis yang mempunyai aktifits dilain akademis. “Aku capek, tugasku
banyak, belum lagi ada kegiatan ini dan itu,” jawab gadis berbaju kuning itu,
ketika berhasil kami mintai pendapatnya pada tanggal 1 april kemarin, dia
adalah mahasiswi jurusan BKI semerter 2.
Setelah kami telusuri ternyata bukan hanya mahasiswa organisatoris yang
mempunyai keluhan mahasiswa yang memilih kuliah sambil kerja pun merasakan hal
yang sama. “Karena ada jam sore di kuliahku aku pun harus pulang malam dan aku
sampai telat mengajar les prifat,” cetus Nita (bukan nama sebenarnya) mahasiswi
PMI semester 1 itu.
Mendengar keluhan-keluhan tersebut Imas Maisyaroh
selaku Dekan 1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi
angkat bicara ketika berhasil ditemui oleh Crew
New News di ruangannya tanggal 2 April kemarin. “sistem SKS itu tidak kemudian
harus diambil semuanya, meskipun tidak mencukupi kurikulum yang ditentukan dan
juga tidak memenuhi bobot SKS yang dapat diambilnya, karena kemampuan mhasiswa
itu berbeda-beda, apa lagi mahasiswa juga bisa berkuliah maksimal hingga 14
semester,”. Jika memang demikian, muncullah pertanyaan kenapa bisa sebagian
besar mahasiswa tidak tau dan bahkan sampai mereka mengeluh seperti itu?.
Pihak kurikulum sendiri mengakui bahwa pihaknya
memang kurang bersosialisasi kepada mahasiswa tentang sistem KRS tersebut
“sebenarnya semua ketentuan KRS itu sudah dijelaskan ketika OSCCAR hanya saja waktu yang diberikan oleh panitia
kepada pihak kurikulum itu terlalu sedikit,’’ jawab Dekan 1 fakultas dakwah dan
komunikasi itu.
Untuk mengatasi hal demikian pun pihak kurikulum
telah menitipkan hal yang demikian kepada dosen wali mahasiswa namun tetap saja
meskipun telah dikeluarkan surat keputusan yang mengatakan bahwa dosen wali
tidak boleh memvalidasi KRS sebelum terjadi pertemuan antara dosen wali dan
mahasiswa, yang semula dimaksudkan agar dosen wali dapat membimbing
mahasiswanya dengan baik, ternyata masih belum efektif. “Semua tergantung
pribadi dosen wali,” cetus Imas Maisyaroh.
Hal ini sepertinya menggambarkan bahwa untuk pihak
kurikulum masih belum mempunyai ketegasan
atas peraturannya, namun tetap saja akan ada tindak lanjut dari apa yang
telah diputuskan. “Pertengahan bulan April nanti kami akan mengadakan evaluasi
untuk semuaanya,” jawab Imas Maisyaroh
Solusi untuk menindaklanjuti masalah ini, pihak
kurikulum pun mempunyai rencana diantaranya adalah sebagai berikut pertama pihak
kurikulum akan menggunakan media cetak dan media internet dan juga akan
mengoptimalkan studen center sebagai wadah informasi mahasiswa. “Melalui dosen
wali yang kedua melalui student center,
kemudian lewat media baik media cetak maupun media elektroniknya melalui web
kemudian juga mungkin mading sebagai media informasinya dan tetap nanti studen center dan dosen yang akan lebih
diutamakan karena bisa langsung mengarahkan mahasiswa,” pungkas Imas Maisyaroh
selaku Dekan 1 itu.
No comments:
Post a comment