%2B(1).jpg)
Pantas prospek
lulusan UIN Sunan Ampel dianggap remeh oleh masyarakat, kalau tingkat
kedisiplinan dosen saja masih rendah. Jika dosen tidak masuk, gaji tetap
masuk.“Enak e ngajar gak ngajar, nafkah tetep mengalir.”Tetapi bagi
mahasiswa ketidakhadiran dosen merupakan kerugian yang sangat besar. Terutama
kerugian materi, apalagisebagian mahasiswa masih meminta uang kepada orang
tuanya. Selain itu juga rugi waktu, orang tua berprasangka bahwa anaknya
seharian belajar dikampus. Namun kenyataanya anak yang diharapkan hanyaluntang-lantungdi
kampus tanpa arah. Setidaknya mahasiswa bisa langsung pulang, jika memang dosen
tidak masuk. Akan tetapi sorenya masih ada jadwal ma’had.Harus bagaimana
lagi, jadwal seperti ini telah ditetapkan oleh fakultas. Jadi mau tidak mau
mahasiswa harus menunggu seharian di kampushanya sekedar untuk mengisi daftar
hadir.
Meninjau lebih
dalam atas ketidakhadiran dosen yang berturut-turut itu, dosen dengan seenaknyamenyuruh
mahasiswa untuk mendouble tanda
tangan pada daftar hadir. Dengan begitu dosen dan mahasiswa dianggap
hadir.Sementara kegiatan perkuliahan sebelumnya tidak terlaksana. Mahasiswa dengan
mudahnya dibodohi oleh dosen, kalau seperti itumaka sama saja menguntungkan
dosen dan mencabut hak mahasiswa. Mahasiswa butuh pendidikan bukan pemerkosaan
seperti ini.
Bukankah
tindakan tersebut sama dengan mendzolimi mahasiswa?kita datang membawa
semangat dalam genggaman tangan, berniat menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
Tetapi justru keseriusan dosen yang
masih diragukan, karena keseringan bolos.Harusnya jika para dosen berhalangan hadir,
ada dosen penggantinya agar kegiatan belajar mengajar tidak terhambat.Kalau
seperti ini siapa yang paling kasihan?,tentu saja wali mahasiswa yang lebih nelangsa.
Mereka rela mengeluarkan materi yang tidak sedikit jumlahnya. Denganharapan
nasib anaknya bisa lebih beruntung darinya. Kerja apa pun mereka lakoni,
asalkan anaknya bisa melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
Sistem seperti
ini juga menentukan kualitas keilmuan mahasiswa. Nilai IPK (Indeks Prestasi
Kumulatif) sebagai acuan utama kelulusan. Namun, bekal keilmuan hanya seujung
kuku. Ilmu yang mereka dapatkan, tidak sebanding dengan waktu yang mereka
abdikan di kampus. Rasanya tidak cukup kuliah hanya delapan semesterkalau
sistem perkuliahan tetap seperti ini. Dosen sering tidak masuk, sedangkan uang
UKT harus dibayar penuh.
Sebaiknya
lebih dipertegas lagi bagi dosen yang seperti itu, dan sebenarnya bukan hanya
tugas KOSMA (Kordinator Mahasiswa) untuk melaporkan dosen yang menyelewengkan
tugasnya. Akan tetapi sistem
pengontrolan dari pihak Dekanat juga harus menyeimbangi. Agar kegiatan
perkuliahan bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Lantas, mau
di bawa kemana prospek lulusan UIN kalau tetap begini sistem
perkuliahannya?
Oleh: Luluk Rohmatun