Lucu, kocak, dan menyenangkan, adalah ciri khas dari
penampilan teater fajar dari Magelang Jawa Tengah yang mengusung judul “Gang
Senggol”. Drama komedi realis ini, berhasil membuat para penontonnya terhibur
dan tidak boan-bosan meihat aksi lihai para pemainnya dalam memainkan aksi
panggungnya.
Sore
itu kamis (02/04/2015), di Auditorium Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya terlihat ramai oleh banyaknya kendaraan yang berjajar di samping maupun
di depan gedung auditorium. Mulai dari kendaraan motor beroda dua, empat,
hingga yang beroda enam, semuannya mengantarkan
penumpangnya masing-masing. Terlihat dari kejauhan, di bagian depan
gudung putih auditorium, terlihat sebuah banner persegi panjang
berbentuk vertikal, menggantung atau sengaja digantung di antara
langit-langit sampai lantai dengan disanggah oleh beberapa potong bambu.
Di belakangnya, tidak jauh dari tempat banner
berada, terdapat empat meja persegi panjang berjajar rapi persis di depan pintu
auditorium. Di samping kanan, dua buah dan di sebelah kiri juga ada dua buah
meja yang seakan-akan diposisikan untuk menyambut tamu-tamu yang datang. Di
belakang meja juga terdapat beberapa pemuda yang nampaknya adalah panitia yang
bertugas sebagai penerima tamu, dan dua penjaga yang berdiri di depan pintu
masuk sebagai pemeriksa tiket. Ketika mulai memasuki gedung auditorium,
terlihat kain-kain hitam panjang yang terbentang membatasi, dan membentuk
sebuah ruangan yang tertata apik. Di dalam ruangan yang terbentuk, terlihat
banyak orang sedang memperhatikan drama dengan khusyuk dan sesekali terdengar
suara tawa dari beberapa penonton karena kekocakan para aktor yang memamerkan
aksi panggungnya.
Di
bagian depan rungan tersebut, terdapat panggung datar pementasan sang aktor
dengan segala artistik propertinya. Mulai dari kotak persegi panjang yang
difungsikan sebagai toilet umum di sebelah kanan bagian depan panggung; sebuah gambaran jendela pintu yang mewakili
rumah dengan tanda penunjuk identitas yang bertuliskan “RT 69”; beberapa pot
tumbuhan hias, tong sampah, dan sebuah sapu yang tersusun rapi di depan rumah
untuk memeperkuat keberadaan rumah; sebuah pos ronda berukuran sedang di
sebelah kiri panggung, dengan aksesoris kentongan yang menggantung di salah
satu tiang pos, papan jumlah bunyi kentongan; dua jalan sekatan kain hitam yang
difungsikan sebagai gang kecil, akses keluar masuk penduduk yang persis berada
di samping toilet umum dan juga di sebelah pos ronda.
Di
drama komedi realis ini, menceritakan tentang kehidupan bermasyarakat pada
suatu kampung. Terdiri dari tiga hansip kocak, pak RT, pak RW, seorang ibu guru
cantik, Bu Anton, dua bodyguard lemot, anak sekolahan, warga desa, dan
tukang jamu tradisional. Tiga hansip yang memegang peran penting pada alur
pementasan ini, memiliki kepribadian masing-masing. Hansip Jono yang bertubuh
kecil kurus, sok bisa menyelesaikan semua masalah tapi tidak mau
berkorban untuk masalah yang dia selesaikan, mata keranjang, suka mengoda
perempuag cantik yang lewat di gang itu. Hansip Kampret, berbadan gempal tapi
bukan gemuk, dengan karakter yang sangat penurut, sedikit dungu, tapi
lebih mementingkan dirirnya sendiri. Hansip Junet, berperawakan kurus tinggi,
suka bercanda keterlaluan, cepat merasa khawatir, tapi tetap kocak.
Sebuah
kampung yang memiliki penduduk yang saling peduli satu sama lain, tidak terlepas oleh kocaknya tiga
hansip yang semakin menghidupkan suasana kampung tersebut. Tiga hansip yang
selalu bertugas di pos ronda dekat dengan rumah pak RT 69, dan betempat di gang
senggol ini. Gang ini di jadikan akses warga untuk keluar masuk kampung, dan
bagi warga kampung itu, gang senggol sangatlah penting untuk warga kampung
tersebut. Kehidupan di sana sama seperti halnya kampung-kampung lain yang sejahtera,
hingga pada suatu saat terjadi sebuah konflik yang mengancam keberadaan gang
senggol. Seorang warga merasa tanah gang senggol adalah miliknya, sebut saja Bu
Anton, dia menginginkan gang senggol itu di tutup atau jika ada orang yang
lewat gang tersebut harus membayar. Ketika itu, Bu Anton pergi ke gang senggol
bersama dua bodyguard-nya untuk mengukur tanah yang dirasa miliknya.
Setelah
mengukur panjang kali lebar dari tanahnya, tiba-tiba datang hansip dan para
warga yang baru datang dari acara melayat pada salah satu rumah ibu guru yang
anaknya meninggal karena penyakit demam berdarah. Melihat Bu Anton yang sedang
mengukur tanah gang senggol, para hansip sangat marah dan mengancam bu Anton
dan kedua bodyguard-nya, beruntung pak RW segera datang dan melerai
perkelahian yang akan terjadi. Tapi karena pembicaraan yang semakin memanas,
perkelahian hampir terjadi untuk yang kedua kalinya dan tiba-tiba, polisi
datang melerai perkelahian antar warga dan bodyguard bu Anton. Ternyata,
polisi itu di suap oleh bu Anton untuk membelanya. Di tengah-tengah pembicaraan
antara polisi dan bu Anton, hansip Jono mendengar pembicaraan mereka, dan
mengancam mereka atas tindakan penyuapan. Karna takut di hukum polisi itu tidak
berani melanjukan tugasnya, yang kemudian gang senggol terselamatkan karena
tanah gang senggol bukan sepenuhnya milik bu Anton.
Penggarapan
pentas keliling ini sudah memakan waktu yang lama untuk persiapannya,
“penggarapan pentas keliling ini sudah sejak bulan Februari lalu, waktu yang
cukup lama untuk penggarapan sebuah pentas,” ungkap pimpinan produksi
pementasan teater Fajar. Crew yang menangani pentas ini adalah dari
teater Fajar yang berkolaborasi dengan teater Q fakultas Syari'ah UIN Sunan
Ampel Surabaya. Pimpinan produksi, dalam salah satu penjelasannya berharap agar
penonton menyukai hasil penampilan
mereka. (Azizah)
No comments:
Post a comment