Tidak mudah untuk menjadi kader Ara Aita (Arta),
karena harus mempunyai semangat yang tinggi dan rasa ingin tau. Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) yang sudah berumur 33 tahun ini masih aktif melakukan
kaderisasi yang cukup keras, ketika kader sudah tidak siap menghadapi sistem
yang ada di Arta tersebut, maka boleh keluar atau dikeluarkan.
Lembaga Pers Mahsiswa (LPM) Ara Aita (Arta) Fakultas
Dakwah dan Komunikasi yang sudah berumur 33 tahun masih aktif dalam melakukan
poses kaderisasi. Untuk bisa menjadi kader Arta, wajib mengikuti Diklat Jurnalistik
Dasar (DJD) yang dilakukan selama tiga hari. Diklat tersebut sebuah syarat
pertama untuk menjadi crew Ara Aita. Karena dalam diklat tersebut, mahasiswa
akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan dasar tentang jurnalistik, seperti
nilai-nilai dan teknik penulisan berita, opini, cerpen, dan lain sebagainya.
Menurut penuturan Iqbal, Pimpinan Umum LPM Arta
menuturkan pihaknya dalam diklat tersebut menggunakan metode praktek lapangan,
sehingga peserta tidak hanya mendengarkan dan memahami materi diklat melalui
penjelasan nara sumber, namun mereka juga harus melakukan peliputan langsung di
lapangan dan menuliskannya dalam bentuk berita, baik straigh news, depht
news ataupun features. Hasil tulisan tersebut dievaluasi langsung
oleh narasumber yang memang merupakan senior arta yang sedang bekerja di berbagai massa media seperti kompas, tempo ataupun jawab pos
group.
“Kalau dari hasil evaluasi tersebut ditemukan
beberapa kesalahan mendasar, maka para peserta diminta untuk memperbaiknya
kembali, lalu di evaluasi lagi, begitu seterusnya, hingga peserta benar-benar
bisa membuat berita walaupun belum sempurna,” ungkapanya ketika ditemui di LPM
Arta....?
Lebih lanjut, Iqbal menuturkan bahwa selama proses
diklat itu berlangsung banyak peserta yang kerap mengeluh, pasalnya jadwal dan
model pelatihan tersebut memang diniliai cukup ketat dan keras. Dalam waktu
tiga hari peserta harus menerima minimal enam materi, dan masing-masing materi peserta
diberikan sebuah tugas yang harus dilakukan. “Karena hal itulah banyak peserta
yang kerap tidak bertahan hingga akhir pelatihan, ya kadang-kadang dari 30
peserta hanya tinggal 10-15 orang yang masih kuat mengikuti pelatihan
tersebut,” tuturnya.
Proses kaderisasi yang dilakukan oleh LPM Arta
tidak hanya berhenti pada diklat jurnalistik saja, namun para peserta yang
bertahan untuk terus berproses di LPM Arta akan dibimbing terus untuk bisa
menulis dengan baik. Pasca diklat peserta akan ditugaskan untuk menerbitkan
buletin new-news yang merupakan media pembelajaran bagi kader-kader Arta yang
baru. Dalam proses penerbitan ini peserta akan diberikan tanggung jawab secara
langsung untuk mengelola media.
“Bagi peserta diklat yang bertahan akan menerbitkan
sebuah buletin new news, yang memang sebuah kewajiban untuk melalui kaderisasi.
Akan tetapi tidak dilepas begitu saya, mereka selalu dibimbing untuk menuju
penulisan yang baik,” tutut Lailatul Badriyah selaku pimpinan redaksi Majalah Arta.
Perempuan yag akrab dipanggil Ila ini menambahkan
bahwa buletin tersebut terbit setiap minggu sekali, dan untuk sebuah penerbitan
mereka akan mengadakan rapat tema terlebih dahuluuntuk menentukan berita apa
saja yang akan diterbitkan oleh para kader baru Arta. Berita yang akan mereka
angkat melingkupi kampus. Setiap rapat tema mereka selalu didampingi oleh para pengurus
bahkan alumni Arta, sebab seringkali anggota baru tersebut kebingungan dalam
melakukan rapat tema dan menetapkan sebuah tema.
“Tema berita yang akan mereka angkat harus
dirapatkan terlebih dahulu. Dalam rapat tersebut ada senior yang mendampingi
mereka, kalau ada kebingungan dalam rapat,biasanya senior itu yang akan
menuntun mereka,” tambahnya
Alur dan isi berita dalam buletin tersebutbersifat kritis
dekonstruktif, karena kader Arta memang dicetak untuk kritis melalui sebuah
penulisan. Akan tetapi mereka tidak hanya melakukan kritikan terhadap kampus,
tapi mereka juga akan membangun konsep untuk kebaikan kampus.“Untuk berita
mereka yang akan diangkat dalam rapat tema tersebut, ia bersifat kritis. Tapi
kritikan mereka untuk membangun kedepan lebih baik,” tuturIla saat ditemui.
Setelah tulisan mereka selesai, setiap tulisan itu
akan dievaluasi sebelum di layout. Evaluasi dilakukan oleh senior Arta tiap minggu sekali,
karena hasil tulisan mereka masih ada sebuah kesalahan seperti kesalahan alur
paragraf, kalimat dan tanda baca. Senior akan melakukan bimbingan terhadap
mereka untuk memperbaiki kesalahan tulisan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Eko Dian Wahyudi,
mantan Pimpinan Umum LPM Ara Aita periode 2013-2014, dia menuturkan bahwa dalam
proses belajar menulis di Arta para kader Arta harus melakukan proses yang
panjang, terlebih lagi dalam penerbitan buletin new-news, para peserta harus
melalui beberapa tahapan, mulai dari tahapan diskusi tema, peliputan, penulisan
berita, dan tahap evaluasi.
“Tulisan yang sudah selesai akan di evaluasi
kembali, supaya tidak ada kesalahan dalam tulisan tersebut dan tidak
membingungkan bagi para pembaca bulatin new news,” katanya.
Namun Eko juga menambahkan bahwa dalam proses
tersebut, kader-kader Arta yang baru harus siap menghadapi berbagai macam
tekanan, karena disamping deadline waktu yang ketat, kader-kader Arta harus
memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu walaupun mereka
dibebani oleh penerbitan new-news namun mereka juga harus melakukan kajian
ataupun diskusi tentang berbagai tema, seperti filsafat, logika, teori sosial,
psikologi dan komunikasi.
“Menulis itu tidak mudah, harus memiliki
pengetahuan yang cukup, karena itulah kader-kader arta harus rela mengorbankan
waktu dan tenaganya untuk siap mengikuti semua proses pengkaderan yang ada,
jika tidak maka mereka boleh keluar atau dikeluarkan oleh Arta,” pungkasnya.