Surabaya, (2/7)
Panitia Muktamar NU Ke-33 bekerjasama dengan UIN Sunan Ampel Surabaya dan
KOMPAS, mengadakan seminar internasional bertemakan “NU dan Islam Nusantara”. Dengan
narasumber Prof. Said Aqil Siradj, Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar NU. Namun
ia berhalangan hadir, Prof. Abdul A’la rektor UINSA, dan Greg Berton peneliti asal
Australia. Acara yang sengaja mengundang narasumber berkompeten dibidangnya tentang
ke-NU-an ini, membahas pokok permasalahan posisi Islam Nusantara ala NU, penyuguhan
pemateri yang begitu memikat tentang isi materinya berhasil membuat peserta
antusias untuk bertanya.
Dalam Seminar
tersebut memang berjalan dengan manarik, pertanyaan-pertanyaan dari peserta di
respon dengan baik oleh narasumber sehingga menumbuhkan diskusi yang mengalir
dan bersemangat. Tema yang diusung panitia muktamar kali ini berhasil memancing
pertanyaan para peserta akan kejelasan arti Islam nusantara. Seperti pertanyaan
yang diberikan oleh salah satu peserta bernama Hafidz dari Surabaya, ia
bertanya mengenai bagaimana latar belakang dari konsep islam nusantara, posisi islam
nusantara dengan islam yang berada di Negara lain. “Bagaimana latar belakang adanya
konsep Islam nusantara ini pak, kerena ketika
kita pertimbangkan Islam Nusantara dengan islam-islam yang lain, kalau konsep itu
dimunculkan, apa tidak membuat kres dengan islam yang lain ?.” Tanya
Hafidz.
Senada dengan pertanyaan
di atas, Titin, mahasiswa asal UINSA ini juga menanyakan tentang, bagaimana maksud
dari Islam Nusantara. Apa arti dari islam nusantara ? ujarnyamemberikan pertanyaan.
Peserta yang
bernama Hafidzin dari UINSA juga sedikit berkomentar mengenai ketidakjelasan visi-misi
NU, ia mengatakan bahwa dalam seminar tersebut tidak dijelaskan secara terperinci
visi-misi NU, dan mempertanyakan mengenai sedikitnya peserta yang menghadiri. “Menurut
saya, visi-misi NU ini tidak jelas, tidak dijelaskan secara terperinci untuk ditunjukkan
secara terbuka tentang seminar ini, dan kenapa hanya ditunjukkankepadasedikit
orang, apakah efektif ?,” Tanya Hafidzin.
Pertanyaan
yang dapat memancing kekagetan Audient lain ini, langsung mendapat tanggapan seketika,
membuat moderator selaku salah satu penyelenggara ikut andil menjawab.
Moderator mengatakan bahwa seminar ini diadakan untuk memaparkan tentang visi-misi
yang sejalan dengan visi-misi kompas. Sehingga pihak kompas mau berkerja sama dengan
NU mengadakan seminar yang sedang dilangsungkan. “ Kompas punya visi-misi yang
sama dengan NU, yaitu pluralisme, dan kenapa Audient-nya sedikit, sebenarnya audiennya
tidak hanya di sini, kompas diterbitkan dibaca sekitar ribuan orang, saya kira sudah
jelasya.” Ujarnya menjawab pertanyaan Audien yang perlu mendapat kelurusan ini.
Menurt A’la islam
nusantara yang diusung oleh para kiyai ini adalah islam yang tidak pernah menyalahkan
orang lain, karena jelas setiap orang lain memiliki pemikiran yang berbeda. Namun
dengan perbedaan tidak harus saling menyalahkan, tapi harus menyesuaikan.”Zaman
rasulullah, antaraUmar dengan Abu Bakar sudah berbeda tapi tidak pernah menyalahkan
islam mereka. Kita ambil salah satu contoh Kiyai Indonesia, Kiyai Faqih Langitan,
tertutup. Tapi tidak pernah menyalahkan orang lain.” Ujarnya.
Greg juga menanggapi,bahwa
islam NU disebut sebagai islam tradisional. NU merupakan ormas yang melihat segala
perubahan, mengambil sesuatu yang baru yang baik, dan tidak meninggalkan sesuatu
yang lama yang baik pula. NU ini ada dengan kreatifitasnya.“ Islam yang sehat adalah
islam yang mau terbuka dengan sebuah perkembangan, dan NU ada dengan kreatifitasnya,”
ucap Greg menanggapi pertanyaan salah satu Audien, tentang model Islam
Nusantara.
Acara yang
dijadwalkan berakhir tepat sebelum adzan dikumandangkan, ternyata molor.Akibat masih
banyak Audien yang ingin bertanya mengenai tema yang diusung oleh pihak pengada
acara.S ehingga moderator terpaksa memotong pertanyaan, hanya sebagian daripara
Audien yang dipersilahkan memberikan pertanyaan lagi, dari lima yang
mengacungkantangannya, hanya satu yang diberi kesempatan bertanya. “Siapa yang
mau bertanya lagi, wah, yang di depan saja, berhubung waktunya sudah habis.”
Ujarnya mengakhiri pertanyaan yang terakhir.*(Nur)