
Pola pikir Descartes ini mungkin
bisa dibandingkan dengan Socrates, dimana kala itu Socrates menjadi
satu-satunya tokoh filsafat yang dapat membongkar kebiasaan-kebiasaan lama kaum
Sophis dengan akalnya. Descartes dan Socrates sama-sama tokoh filsafat yang
mempertuhankan akalnya dan hal ini dipengaruhi oleh kondisi sekitarnya.
Kondisi pada masa Socrates mungkin
bisa dibandingkan dengan kondisi OSCAAR di UINSA saat ini, dimana hanya orang
politkus saja yang dapat menguasai panggung OSCAAR. Mereka berdiri tegak
memegang micropon di depan Mahasiswa baru, Layaknya kaum Sophis yang dapat menguasai
panggung politik di Athena, mereka menganggap hal yang terpenting dalam
hidupnya adalah menguasai seni berpidato yang dapat mengatakan berbagai hal
dengan cara meyakinkan dan mendoktrin masyarakat lewat berpidato. Namun pada sisi yang lain
mereka hanya ingin mencari nafkah dan mencari keuntungan serta ketenaran di
alun-alun kota athena pada saat itu. Dan kaum Sophis mempunyai ciri khas yang
sama dengan para filsuf alam sebelmnya, mereka bersifat kritis terhadap
metodelogi tradisional, namun pada saat yang sama, kaum Sophis menolak apa yang
mereka anggap sebagai spekulasi filsafat yang tak berguna, atau jika di bawa ke
ranah bahasa OSCAAR alasan-alasan atau tindakan-tindakan yang tak berguna.
Kembali lagi ke Descartes, dia
juga dikatakan seorang bapak filsafat modern. Karena setelah abad ketujuh belas
para filsof berusaha untuk memasukkan gagasan-gagasan baru kedalam sistem
filsafat yang jernih. Dan yang pertamakali mengusahakannya adalah Descartes.
Sehingga kebelakangnya banyak para tokoh-tokoh filsafat yang mengakui
pemikirannya.
Diantara pola pikirnya Descartes
adalah meragukan segala sesuatu sebelum meyakini, ia mengatakan bahwa indra
menipu kita dan kebenaran-kebenaran umum yang kita klaim sesungguhnya
mempunnyai efek atau kesan fantasi dan keraguan. Bahkan lebih jauh lagi,
menurut Descartes kita sering salah dalam pembuktian penetapan hukum. Sesuatu
yang dapat dilintasi oleh kesalahan, maka hilanglah keyakinan darinya dan perlu
dipertanyakan kembali. Hematnya takut ada spirit jahat yang selalu menipu kita,
dimana ia menggambarkan sesuatu yang buruk sebagai yang baik dan sebaliknya
yang baik diungkapkan sebagai yang buruk kepada kita.
Jika dibawa ke dalam ranah OSCAAR
dapat diibaratkan dengan berbagai alibi para penyelenggara OSCAAR, misalkan
sistem pendidikan OSCAAR yang keras dan permainan lewat atribut dan lain sebagainya,
dengan dalih sebagai pemelajaran mahasiswa baru. Jika adanya OSCAAR betul-betul
untuk mendidik lantas pola pendidikan yang seperti apa?. Mungkin oleh sebaagian
kaum akademis ini bisa jadi dibenarkan, karena banyak alasan. Namun jauh dari
itu sebenarnya dapat dibaca kepentingan-kepentingan para.penyelenggara OSCAAR ,
mislkan adanya kekerasan pada OSCAAR yang dipertahankan dengan dalih membentuk
mintal yang kuat dan lain sebagainya, namun tidak dapat menutup kemungkinan jauh
dari alasan ini hanya dijadikan sebagai ajang balas dendam oleh panitianya
kepada mahasiswa baru mengingat sebelumnya pola pendidikan OSCAAR demikian
adanya, atau malah hanya mencari ketenaran dan sensasi saja. Entahlah? Atau
barangkali diwajibkannya para mahasiswa baru memakai atribut dengan berbagai
alasan dan dalil, namun jauh dari itu juga dapat dibaca ada kemungkinan besar
yang belum tersentuh oleh mahasiswa baru, sehingga kesannya mereka sangat
gampang untuk didomplengi. Misalkan kepentingan itu untuk menuai keuntungan
yang amat besar dari mahasiswa baru atau malah sengaja mempersulit mahasiswa
baru. Entahlah ?. Beginilah jika membungkus kepentingn dalam kewajaran !
Selain itu, Jika Descartes dalam
konsep ketuhanan mengatakan, “ketika pikiran memilah-milah berbagai konsep dan
gambaran yang ada padanya, maka diantara berbagai konsep dan gambaran itu ia
akan menemukan konsep tentang ;
Eksistensi yang maha tahu dan maha kuasa di atas segala sesuat”. Sesuai
dengan apa yang diperolehnya dari ide tersebut, maka dengan mudah pikirannya
akan memutuskan bahwa tuhan adalah wujud sempurna itu. Dan hal inipula tidak
menutup kemungkinan jika para mahasiswa baru mampu menganalisa OSCAAR dan
mereka melihat pola pendidikan di OSCAAR
akan mempunyai spekulasi bahwa inilah yang
sempurna atau malah di balik dan berasumsikan inilah yang jelek.
* Salam kebebasan berfikir….!.*(Ahmad)
No comments:
Post a comment