
Namun
persoalannya yang muncul pada era sekarang, para penda’i masih menggunakan
paradigma dakwah dengan model lama, dengan model ceramah, pidato, shalawatan
dan sebagainya. memang paradigma semacam
ini tidak bisa di tinggalkan, karena model dakwah yang semacam ini memang
selalu di butuhkan sebagai tugas untuk memenuhi kebutuhan rohaniyah (Spiritual)
manusia. padahal dakwah bukan hanya terletak pada ruang lingkup semacam itu,
akan tetapi dakwah juga menyangkut segala hal dimana dakwah juga dapat
mengandung unsur “Sosial Ekonomi”. Mengapa seperti itu?, karena ada hal yang
harus di ingat, bahwa untuk berdakwah pada manusia kebutuhannya bukan hanya
terletak pada rohaniyah belaka, di butuhkan pula yang menyangkut kebutuhan
jasmaniyah. Karena unsur manusia secara garis besar menyangkut jasmani dan
rohani.
Paradigma
Pemberdayaan
Coba kita refleksikan lagi terhadap sabda nabi
berikut ini, “hampir-hampir saja kefakiran akan menjadi kekufuran,
dan hampir saja hasad mendahului taqdir”, hadits ini sebenarnya
mengisyaratkan agar dakwah bukan hanya diaktualisasikan pada rohaniyah manusia
saja, akan tetapi hadits ini mengintruksikan pentingnya dakwah memperhatikan
jasmaniyah manusia. Bahkan lebih bahaya lagi jika jasmani tidak di penuhi, maka
rentan terhadap kekufuran. Hal inilah yang dijadikan oleh orang-orang kristiani
untuk mengkufurkan umat islam.
Maka demi
memenuhi kebutuhan umat islam yang semacam itu, maka ubahlah paradigma dakwah
yang lama dengan paradigma baru, yaitu paradigma pemberdayaan, Maka jika bicara paradigma dakwah
pemberdayaan maka menyangkut Jasmani. Jika berbicara jasmani manusia tentu
bicara kebutuhannya, jika bicara kebutuhan jasmani tentu berkaitan dengan
materi, jika bicara materi tentu berkaitan dengan masalah pakaian, obat-obatan,
bahkan memerlukan pendidikan.
Nah untuk
mencapai hal itu semua di butuhkan beberapa aspek dalam dakwah, salah satunya
aspek ekonomi dalam dakwah. Aspek ekonomi ini di tunjukkan agar manusia
(muslim) dalam kehidupan sehari-harinya semakin baik dalam hal ekonomi. Agar
hal ini dapat terwujud makan kita sebagai penda’i perlu membangung pola pikir
terhadap beberapa hal.
Aspek Mental
dalam Paradigma Pemberdayaan
Pertama,
membangun paradigma untuk hidup lebih baik dari kemaren dalam hal ekonomi. Jika
paradigma semacam ini sudah mengakar pada manusia, tentu semangat untuk hidup
lebih baik lagi akan tercipta, jika sudah tercipta maka kesejateraan, keadilan
akan tumbuh dengan sendirinya, tidak akan ada orang-orang yang malas untuk
beribadah, belajar dan beinteraksi dengan sesama. Karena kebutuhan jasmani
sudah terpenuhi sehingga semangat untuk hidup lebih baik lagi akan tercipta.
Kedua,
membangun paradigma bahwa keberdayaan ekonomi manusia mampu mengangkat harkat
dan martabat manusia. Jika manusia sudah mempunyai pola pemikiran yang semacam
ini, maka akan timbul rasa tanggung jawab dan rasa memiliki antar sesama,
sehingga nantinya tidak ada lagi manusia yang berlebel “Miskin”, berlebel
kurang mampu, Kampungan, ndeso dan semacamnya. Sehingga penggunaan
istilah-istilah yang merendahkan martabat manusia seperti halnya
istilah-istilah bantuan pemerintah seperti Raskin, Gakin dan semacamnya tidak
akan ada lagi istilah semacam itu, karena martabat mausia sudah terangkat
manjadi lebih baik.
Model dakwah
yang kekinian, inklusif, kebersamaan, yang sifatnya merubah dan mensejahterakan
seperti di atas atau yang terangkum dalam dua paradigma di atas nantinya akan menimbulkan efek yang cukup
besar bagi kesejahteraan hidup manusia. Budaya hidup jelek atau miskin dan tata
pemerintahan yang buruk akan hilang sedangkan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia
akan tercipta.
Kedua
paradigma yang telah di sebutkan di atas kiranya perlu dukungan-dukungan dari
aspek politik, baik politik secara kultural, structural maupun mobilitas sosial. Karena jika di dukung
oleh 3 Aspek kekuatan politik yang semacam itu paradigma pemberdayaan yang
tujuannya untuk menghilangkan mental “Miskin” akan terlaksana dengan baik,
sehingga manusia tidak akan lagi gelisah mengenai kebutuhan jasmaninya, tidak
akan gelisah mengenai sandang pangan, pakaian, obat-obatan maupun pendidikan. (faris)
No comments:
Post a comment