
Lantas bagaimana jadinya jika matahari terhenti
tuk menampakkan sinarnya, sedangkan pusat kehidupan berpacu padanya. Maka flora
yang berlimpah ruah akan pasrah begitu saja dengan keadaan. Bentangan samudra
yang berusaha tuk menstabilkan alam suatu saat akan hening tanpa suara.
Begitupun dengan mutiara di dasar lautan akan enggan menampakkan kemilaunya,
padahal ia sangat berharga tiada dua. Dan cahaya kejora tidak bisa konsisten
menjaga sepanjang malam, suatu ketika ia akan lenyap ditelan gulita kegelapan.
Lalu bongkahan salju yang sangat dingin tiba-tiba mencair begitu saja
meninggalkan dunianya. Mungkinkah itu petanda akan gugurnya bunga sakura? Yang akan runtuh seenaknya dari batang rumahnya.
Tapi siapa yang tahu di balik puncak keindahan mahameru, tersimpan banyak misteri kehidupan. Sedangkan makhluk astral tidak ada hubungannya dengan
semua itu karena keberadaannya sama dengan ketiadaannya. Maka apa daya tangan
tak sampai, bidadari hanya bisa
memandang kebingungan dari tongkat saktinya. Sebagai makhluk imajiner ia
hanya mengandalkan kekuatan dari Sang Dewata yang Maha Agung.
Hitam
putih kehidupan berjalan dengan semestinya. Karena setiap masa itu dipenuhi
hanya dengan kebaikan dan keburukan. Tak ubahnya dengan suatu kelompok yang
tertawa ria akan keberhasilan tujuan yang juga akan berkabung akan runtuhnya
kejayaan. Itu merupakan hal yang wajar, karena kelompok sosial akan berkembang.
Entah itu berkembang menjadi kemajuan yang tak terduga atau bahkan kemunduran
yang tak diinginkan. Itulah dinamika yang terjadi dalam kelompok.
Dalam suatu kelompok pasti akan terjadi konflik,
karena hal itu yang menandakan berkembang tidaknya suatu kelompok. Dan Justru akan memunculkan tanda tanya jika
dalam suatu kelompok tidak pernah terjadi apa-apa. Apakah kelompok tersebut
masih hidup dan bagaimana hubungan antar anggota di dalamnya?
Konflik bisa muncul karena faktor dari luar maupun
dari dalam kelompok tersebut. Entah itu pertentangan dengan kelompok lain
maupun pertentangan sesama anggota kelompok. Yang bisa jadi disebabkan karena
adanya persaingan (kompetisi), kesalahpahaman (miss understanding), dan
lain sebagainya.
Secara umum kemunculan konflik dapat disebabkan
karena cara pandang yang berbeda mengenai suatu objek atau peristiwa. Latar
belakang anggota yang berbeda-beda memicu perbedaan cara pandang mereka. Keberagaman budaya, pengalaman, idealisme atau
faham, melahirkan asumsi-asumsi yang berbeda pula. Dalam contoh kecil saja, si A dan si B berasal
dari daerah yang berbeda, dikumpulkan dalam satu kelompok. Ketika memasak
bersama-sama si A dan si B akan saling memperkuat argumen mengenai cara memasak
yang benar. Padahal berdasarkan budaya masing-masing mereka sama-sama benar.
Namun di antara mereka tetap saling menyalahkan, sampai akhirnya mendatangkan
pihak ke tiga sebagai penengah yang dipercaya yang ternyata berasal dari daerah
yang berbeda di antara keduanya. Maka bubar lah acara masak-memasaknya.
Kemudian kemunculan konflik juga disebabkan karena
pelanggaran peraturan. Dalam suatu kelompok pasti mempunyai peraturan atau
perjanjian tertentu. Di saat salah satu dari anggota kelompok melanggar
perjanjian tanpa alasan yang jelas, maka akan memunculkan banyak persepsi yang
buruk dari anggota yang lain. Bahkan akan muncul rasa ketidakadilan dari
anggota yang lain, jika si pelanggar tersebut tidak mendapat konsekuensi yang
tegas. Pelanggaran tersebut bisa jadi karena rendahnya komitmen anggota, di
mana ia hanya berjalan mengikuti arus. Seperti pepatah mengatakan, “air
mengalir di atas daun talas”.
Nah, setiap konflik yang terjadi pasti ada solusi
untuk penyelesaiannya. Yakni dengan mendatangkan pihak ketiga sebagai penengah
yang dianggap adil. Kemunculan pihak ketiga tersebut untuk mencari titik atau
inti dari persoalan, sehingga dapat memahamkan satu sama lain. Namun, jika
tetap tidak mereda, bisa dilakukan
dengan proses negosiasi. ketrampilan komunikasi menentukan keberhasilan
negosiasi.
Selain itu penyelesaian konflik juga bisa
dilakukan dengan pendekatan interpersonal. Tak jarang konflik itu selesai di
meja makan atau warung kopi. Karena untuk meluluhkan hati sang lawan
membutuhkan suasana yang santai, tidak terus di ruang yang formal. Dengan
begitu proses komunikasi akan berjalan secara efektif, sehingga lawan dapat
terpengaruh. Dan selesailah persoalan.
Namun, terkadang konflik justru dengan mudah dapat
terselesaikan. Ketika para anggota saling beradu argumen, dan menyalahkan satu
sama lain. Sang penguasa angkat bicara,
hanya sepatah kata terlontar maka redalah konflik tersebut. Ya itu lah opinion leader di mana pendapat orang yang disegani, bisa jadi ketua kelompok
sangat di soroti dan menjadi acuan kebenaran.
*(Elmhira)
No comments:
Post a comment