![]() |
doc. Repro Internet |
John, sapaan akrabku. Malam ini aku nongkrong di sebuah warkop dekat kampusku.
Di situ, aku nongkrong dengan sahabatku, Aga dan Syahrul. Malam ini kami berdiskusi
tentang kebijakan birokrasi yang akhir-akhir
ini mulai membatasi ruang gerak mahasiswa untuk berpendapat dan
berorganisasi.
Setelah lama ngobrol, tiba-tiba Aga bertanya kepadaku, “John,
menurutmu gimana kalau besok pagi kita masuk ke ruang dekan untuk ajukan
permintaan adakan dialog?”
Lalu ku jawab, “Ahhh sudahlah, sudah beberapa kali kita ajukan untuk
dialog dengan birokrasi tapi tidak pernah direspon.”
“Betul tuh Aga, aku mulai bosan nih di PHP terus sama birokrasi di
fakultas,” lanjut Syahrul merespon pertanyaan Aga dengan suara keras.
“Terus apa yang harus kita lakukan agar birokrasi bisa mendengar
aspirasi kita?” tanya Aga.
“Lebih baik besok pagi kita aksi demonstrasi di depan fakultas saja,
kita ajak mahasiswa yang lain bergabung dengan gerakan kita,” jawabku.
“SEPAKAT, saya sepakat sekali dengan usulan kamu John,” jawab Syahrul
sambil tersenyum dan mengangkat kedua jempolnya.
“Kalau begitu besok pagi kita kumpul di fakultas!!” lanjutku.
Kemudian kami bertiga mulai membahas isu apa yang akan diangkat dan
teknis-teknis di lapangan saat aksi besok pagi. Setelah itu dilanjutkan
pembuatan pernyataan sikap. Pernyataan sikap ditulis oleh Syahrul, sebab dia
yang lebih mahir diantara kami bertiga. 30 menit berlalu pernyataan sikap yang
ditulis Syahrul akhirnya selesai juga. Kemudian kami memutuskan untuk pulang
istrahat.
“Ingat besok pagi Rul, jangan sampai terlambat bangun!!” teriakku
mengingatkan Syahrul.
“Tenang saja, malam ini aku nginap di rumah Aga,” Sanggah Syahrul.
“Ingat Ga, jangan lupa bangunin Syahrul, sebab dia sangat susah
dibangunin,” ucapku.
“Hahaa, oke deh, kalau perlu aku pakai toa, sekalian tes toa yang akan
di pakai orasi besok,” jawab Aga sambil tersenyum.
Pagi-pagi di kampus tepatnya di koridor fakultas. Pagi itu matahari
muncul menyapa dengan senyumnya yang hangat seakan dia memberikan isyarat kalau
dia berada di pihak kami dan memberikan restu akan niat baik kami. Tidak lama
saya tiba, Aga dan Syahrul akhirnya tiba juga.
“Selamat pagi kampusku, selamat pagi birokrasi kampus,” teriak Syahrul
sambil merangkul Aga yang berada di dekatnya. Pagi itu Syahrul terlihat bagitu
bersemangat.
“Selamat pagi sahabatku,” lanjutku.
Aga kemudian membeli sebotol air mineral dan tiga bungkus roti. Kami
mengisi perut sebelum melakukan aksi di depan fakultas, tapi sebelum itu kami
mengumpulkan teman-teman untuk bergabung dalam aksi. Setelah semua siap kami
mulai berjalan menuju depan fakultas. Tiba-tiba seketika semuanya hening bahkan
angin tidak berani menghalagi langkah kami.
Di depan fakultas, Hanya suara serinai yang terdengar, itu menandakan
mulainya orasi kami. Hari itu Syahrul bertindak sebagai kordinator mimbar
“HIDUP MAHASISWA, HIDUP MAHASISWA, HIDUP MAHASISWA,” suara lantang teriakan Syahrul
memulai aksi kami. Seketika para mahasiswa mulai bermunculan melihat aksi
demonstrasi kami, semua mata hanya tertuju pada kami.
“Untuk menjaga ritme gerakan saya persilahkan sahabat John untuk
menyatakan orasi ilmiahnya,” lanjut Syahrul sambil menatapku dan tersenyum,
seakan tatapannya mengatakan kepadaku tunjukan aksimu sahabatku.
“Assalamu’alaikum wr. wb, Hidup mahasiswa, Hidup Mahasiswa, Hidup
mahasiswa,” teriakku.
“Wa’alaikum salam wr.wb, Hidup mahasiswa, Hidup Mahasiswa, Hidup
mahasiswa,” jawab kawan-kawan yang berada di lokasi aksi dan di sekitaran
lokasi aksi kami. Jawaban yang begitu semangat dari kawan-kawan memberikanku
energi positif dan membuatku bersemangat dan seakan tak tergoyahkan.
“Pagi yang cerah ini kami menolak keras kebijakan birokrasi fakultas
yang kontra terhadap mahasiswa. Pagi ini aku ingatkan kepada para birokrasi
kampus, kami menolak diam dan kami akan terus melawan kebijakan birokrasi yang kontra
terhadap mahasiswa. Meskipun kalian mengancam kami dengan drop-out.
Mungkin sekian orasi ilmiahku, Assalmu’alaikum wr. wb,” lanjutku.
Setelah saya orasi pihak birokrasi langsung menuju ke lokasi aksi kami
kemudian membubarkan paksa aksi kami dan menahanku bersama Aga dan Syahrul.
Kami bertiga dimasukkan ke ruang birokrasi fakultas. Kemudian para
pihak birokrasi memberikan kami pertayaan bagitu banyak. Lalu pimpinan
birokrasi meminta kami untuk tidak aksi lagi dan sebagai gantinya nilai-nilai
kami yang jelek akan dirubah jadi lebih baik. Tapi kalau menolak kami akan didrop-out
dari kampus. Akhirnya, setelah lama terdiam kami bertiga memutuskan tidak akan
diam melihat birokrasi yang sewenang-wenang terhadap mahasiswanya dan tidak
ingin berada dalam sangkar emas birokrasi. Dengan keputusan kami bertiga ini,
dengan itu pula birokrasi memberikan kami skorsing dua semester. Meskipun
begitu kami keluar dari ruang birokrasi dengan kepala tegak.
Pasca skorsing. Bermunculan gerakan-gerakan mahasiswa yang mengkritisi
segala bentuk kebijakan birokrasi yang kontra terhadap mahasiswa, mereka tidak
takut lagi terhadap segala bentuk ancaman yang dilontarkan oleh para birokrasi
kampus. Melihat itu semua, kami bertiga tidak ingin menjadi penonton yang hanya
diam begitu saja melihat kawan-kawan mahasiswa yang lain berjuang. Kami tetap
ikut berjuang bersama mereka mengkritisi setiap kebijakan birokrasi melalui
tulisan, karikatur, teatrikal dan kreatifitas lainnya.
Oleh: Moh. Muchlisin
*Penulis adalah mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Semester III
UIN Sunan Ampel Surabaya
UIN Sunan Ampel Surabaya
No comments:
Post a comment