![]() |
Foto: Ilustrasi. (dok. arta) |
Araaita.com - Menjelang pagi fajar pun
menyambut dengan senyuman terindahnya. Diiringi hembusan angin yang tertiup
kencang, tiba-tiba datang menyambut Anggi ketika dia membuka jendela kamarnya.
Tak ia sangka begitu indah pemandangan sekitar rumah neneknya yang berada di
pedesaan. Bunga-bunga pun bermekaran nan cantik secantik wajahnya.
Matahari sudah sangat terlihat
dengan begitu memancarkan sinarnya. Anggi diajak oleh sang kakek untuk
mengunjungi persawahan miliknya. Dia begitu semangat beranjak dari kamar tidur.
Padahal sang kakek masih mempersiapkan perkakas yang akan mereka bawa ke ladang,
tetapi anggi ingin cepat-cepat menuju tempat itu. Mereka pergi mengendarai
sepeda ontel milik kakeknya. Bekal serta perkakas yang mereka bawa, ditaruh di
samping kiri maupun kanan sepeda ontel zaman dahulu itu.
Kakek pun mengayuh dengan riang
gembira, tak mau kalah dengan kakek, anggi pun melantunkan lagu-lagu dengan suara
yang begitu merdu nan indah. Kakek pun memuji suaranya, anggi tersipu malu saat
itu. “Wah cucuku suaranya merdu sekali," percakapan itu terus berlanjut
disepanjang jalan menuju sawah. Anggi adalah anak kota yang baru pertama kali
menginjakkan kakinya di persawahan yang begitu banyak lumpur. Dia begitu sangat
menikmati suasana di persawahan tersebut.
Jeritan burung mewarnai hari itu
di mana anggi berada di hentangan sawah yang luas. Dia bersama kakeknya mulai
melakukan aktivitas layaknya seorang petani. Anggi membantu membersihkan
rerumputan yang tumbuh di sawah milik kakeknya. Hingga wajah mungilnya itu
terlihat kusut, dia terlihat kecapekan sekali. Tepat matahari sudah diatas
kepala anggi, dia beserta kakeknya pun menghentikan aktivitasnya.
Setelah itu dia menuju gubuk
kecil yang beratapkan dedaunan kering di tepi sungai itu. Disitu ternyata sudah
ada sang nenek yang mempersiapkan makan siang mereka. Seketika itu anggi
langsung mengambil secangkir minum lalu langsung ia teguk secara perlahan.
Kemudian sang nenek pun memberinya seporsi makan yang ditaruh di atas daun
pisang. Anggi langsung menyantapnya dengan lahap. Waktu makan telah usai, anggi
beserta kakeknya melanjutkan aktivitasnya hingga menjelang sore.
Matahari pun menenggelamkan
tubuhnya, anggi serta kakek bergegas menuju rumah. Sambil menuju rumah anggi di
sepanjang jalan selalu bernyanyi, sang kakek menikmati suara cucu cantiknya
itu. Sesampainya di rumah anggi bergegas mengambil sehelai kain yang langsung
dibawanya ke kamar mandi. Setelah itu dia mengambil air wudlhu dan langsung
mengikuti sholat berjamaah bersama kakek dan neneknya.
Waktu pun sudah malam,
mengaharuskan anggi tidur agar keesokan harinya dia bisa melakukan aktivitas
dengan tubuh yang segar. Keesokan harinya, nenek pun membangunkan cucu
sematawayangnya yang masih tertidur pulas untuk membantu memasak di dapur
neneknya. Disela-sela masak anggi pun bernyanyi dengan riang, sampai-sampai
tercium bau menyengat dari arah kanan anggi menggoreng, dan itu adalah nasi
yang hampir saja gosong.
Nenek pun langsung tercengang, tetapi
dia tak memarahi anggi melainkan malah menasehatinya. Ketika itu di rumah nenek
ada hajatan kecil-kecilan untuk mendo’akan keluarga kecilnya. Anggi membantu
neneknya yang paruh baya itu mulai fajar yang belum menampakkan wajahnya hingga
fajar bersembunyi dari orang-orang desa. Semenjak itu dia mulai kecapekan,
anggi pun tak mengikuti do’a bersama tersebut.
Dibalik sifatnya yang periang Anggi,
sebenarnya mempunyai penyakit leokima. Yang mengharuskan ia istirahat cukup,
tidak boleh sampai kecapekan. Seketika itu kakek dan neneknya sangat khawatir
akan keadaannya. Tak lama kemudian telepon berbunyi, orang tua anggi ternyata
yang menghubungi. Menanyakan bagaimana keadaan anggi serta kakek dan nenek.
Percakapan itu berlangsung lama, kemudian anggi dibawa ke puskesmas terdekat di
desa. Sayangnya di puskesmas itu peralatannya masih minim, sehingga anggi tidak
sadarkan diri.
Seminggu rawat inap di rumah
sakit membuat anggi yang biasanya periang dan suka menyanyi, seminggu itu
rasanya sepi tanpa canda tawanya. Wajahnya yang cantik itu terlihat pucat
sekali. Tetapi dia tetap semangat dan ingin kembali ke desa bersama nenek serta
kakeknya.
Tak lama kemudian datang lah dua
orang yang berbaju corak batik muncul dari luar pintu. Ternyata itu sang kakek
dan neneknya dari desa, mereka sangat kangen dengan anggi. Kakeknya mencoba
menghibur anggi agar tetap ceria. Kakeknya mengajaknya menyayi, tetapi anggi
tak mau, dia menyuruh sang kakek untuk bernyanyi. Ternyata sang kakek meskipun
dia sudah tua suara tetap merdu sekali. Sampai-sampai anggi heran mendengarkan
sang kakek, melantunkan lagu untuknya.
Anggi pun merasa terhibur akan
kedatangan kakeknya yang melantunkan lagu untuknya. Anggi beranggapan bahwa
keluarga kecilnya ini, adalah keluarga satu-satunya yang ia miliki. Anggi
bersyukur sekali memiliki kakek dan nenek seperti itu, anggi mendapatkan
pelajaran yang banyak dari mereka. Serta kebersamaan mereka masih kental
sekental madu. (tyas)
No comments:
Post a comment