![]() |
doc. Repro Internet |
Gadis berambut panjang itu
termenung, duduk sendiri di depan teras rumahnya dengan ditemani buliran air langit
yang jatuh menimpa kediaman milik sang bumi. Sudah 3 hari gadis itu dirundung duka, kenyataan didepan matanya tak
terbantahkan. Satu-satunya laki-laki dikeluarganya yang sekaligus jadi pimpinan
telah tiada.
Gadis dengan postur tubuh tinggi
semampainya dan berkulit kuning langsat itu bernama Gadis. Ia baru saja datang
dari negeri perantauannya. Untuk menuju
kota kelahirannya Gadis membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai.
Sebelum ditinggal oleh mendiang ayahnya, Ia memang memiliki janji kepada sang ayah bahwa Gadis harus kembali ke tanah kelahirannya dalam keadaan ia sukses. Dengan rentang waktu empat tahun itu ia harus menuntaskan pendidikan yang lebih tinggi, dan Gadis tak pernah menyia-nyiakan waktunya. Mulai pagi sampai siang Gadis melaksanakan kuliahnya, pada malam harinya Gadis harus
bekerja untuk menutupi kekurangan
kebutuhannya.
Empat tahun sudah berlalu, Kegembiraan
Gadis tak terbendung ditambah dengan senyum merekah yang menghiasi wajahnya menambah kesan kecantikannya.
Karena saat ini dia harus kembali ke tanah
kelahirannya untuk bertemu kepada sang ayah, menepati janjinya dan untuk
mengatakan bahwa sekarang ia benar-benar sukses sesuai dengan impian sang ayah, yaitu dengan mempunyai perusahaan sendiri. Dengan begitu ia mampu
mengurangi sedikit pengangguran di tanah kelahirannya. ketika Pintu rumah
sudah di hadapan mata Gadis, ia tak segan lagi untuk membuka pintu
tanpa mengetuk terlebih dahulu. “ayaaaaaaah…,” teriaknya dengan keras.
Tiba-tiba,
terdengar bacaan yaasin serentak. Banyak para
tetangga berkumpul dengan memakai pakaian serba hitam, bahkan bendera kuning sudah terpasang di sela-sela pintu. Gadis pun bergegas
memasuki ruang depan rumahnya karena rasa penasarannya. Braaak,,, Gadis jatuh
terduduk tanpa ekspresi.
“sabar
yaa gadis, kamu harus tabah.” Ujar wanita berjilbab hitam menghampiri Gadis
yang jatuh terduduk, sambil lalu menepuk
halus pundak nya dengan elusan. Gadis itu menoleh, menghadap wanita yang
merupakan adik tiri dari ayahnya sambil tersenyum, lalu ia mengangguk samar.
Gadis mulai berdiri lalu bergegas menuju
kamarnya untuk segera mengganti pakaian yang warnanya juga hitam. Ia lalu menghampiri
kerumunan orang-orang untuk mengikuti alunan bacaan yaasin. Tak satupun tetesan
air mata itu mengalir dari mata lebarnya si Gadis. Ia mencoba menahan sesak
didada, lalu ia hembuskan secara perlahan untuk menahan pedih, karena ia
mengerti bahwa sesuatu yang datang pasti akan pergi juga.
Oleh: Nur Komariya
*Penulis adalah Mahasiswi Semester III Ilmu Komunikasi
UIN Sunan Ampel Surabaya
Oleh: Nur Komariya
*Penulis adalah Mahasiswi Semester III Ilmu Komunikasi
UIN Sunan Ampel Surabaya
No comments:
Post a comment