doc. Rurun/Arta
Ahlus Sunnah
Wal Jamaah (ASWAJA) adalah umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulullah dan
berkeyakinan dengan benar tidak menyimpang dari ajaran Islam yang berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah. Aswaja tersebut istilahnya sudah merebak kemana-mana. Hampir
semua ormas Islam di Indonesia menganut Aswaja dan memperjuangkannya.
Lalu
timbul sebuah pertanyaan adakah Perguruan Tinggi Islam Negeri yang berwajah Ahlus Sunnah Wal Jamaah? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab, yang jelas pasti ada. Dengan
indikasi kampus tersebut di huni oleh Mahasiswa, Dosen, Civitas Akademik yang
mayoritas Aswaja.
Seyogyanya
di Universitas Islam. Khususnya UIN Sunan Ampel Surabaya sudah mengaplikasikan apa yang diperintahkan oleh Islam, istilahnya
sesuai Al-Qur'an Dan Sunnah atau banyak yang menyebutnya Aswaja. Kampus UINSA
sendiri sudah menjadi jawaban dari pertanyaan di atas, jika dipandang dari ajaran
ASWAJA salah satu ormas Islam yang terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU).
Memang dari setiap ormas Islam mengartikan Aswaja dengan definisi yang berbeda, maka
perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam berkeyakinan, eksistensi UINSA
yang sejak dulu melestarikan akidah Aswaja, tidak lepas dari sejarah dan
kepemimpinan Rektor yang memegang kuat falsafah “al-muhafdzah ala al-qodim
als-sholih wa al-jadid al-ashlah” yang mempunyai arti melestarikan hal yang lama
yang baik, mengadopsi hal baru yang lebih baik.
Indikasi
UINSA sebagai kampus Aswaja terlihat dari kegiatan-kegiatan yang religius di
dalamnya yang tumbuh subur di UINSA seperti khatmil qur’an, istighosah,
sholawatan, dzikir bersama, seni banjari dan masih banyak lagi. Kegiatan
tersebut sangat sering terlihat di kampus hijau UINSA. Tidak hanya itu adanya
unit kegiatan Mahasiswa bernafaskan Islam menguatkan UINSA sebagai kampus ber-akidah Aswaja.
UINSA
juga pernah menggelar UINSA mengaji untuk Indonesia, yang menghadirkan
ulama-ulama tersohor, acara yang telah menyedot banyak peserta dari dalam
maupun luar UINSA. Acara yang di dalamya
juga di isi dzikir bersama dan sholawatan.
Namun
ada baiknya jika dalam penguatan Aswaja di salah satu ormas Islam, tidak
membuat kita taklid buta bahkan fanatik mahdzab yang akan membuat tidak
toleransi terhadap ormas Islam yang lain.
Dari
kacamata penulis, banyak melihat perihal masalah yang telah dipaparkan di atas
dimana golongan satu mencela golongan lainnya, hanya perihal Aswaja dan merasa Aswajanya
paling benar. UINSA atau yang biasa disebut dengan kampus hijau dan kampus pergerakan 117 ini,
memang telah menjadi tempat mayoritas salah satu ormas Islam tersebut. Tidak ada yang salah dalam hal
tersebut semasa masih ada toleransi yang baik kepada ormas yang lain. Seharusnya hal tersebut tidak menjadi alasan
untuk ke-fanatisme-an terhadap madzhab. Jika merasa paling benar-pun tak apa asal tak mencemooh
ormas Islam yang lain.
Namun
sangat disayangkan karena cakupan UIN adalah semuanya Islam dengan perbedaan yang terjadi
dalam golongan yang sama-sama Islam namun berbeda akidah Aswajaya, beda hal
dengamn kampus non Islam. Perbedaan
terjadi dalam hal agama atau keyakinan.
Hal yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut adalah toleransi
tanpa penghinaaan. Yang
memang percaya dengan tradisi ya sudah,
yang tidak
suka dengan tradisi ya sudah, tak ada yang perlu di perdebatkan. Jadikan Islam rahmatan lil ‘alamiin seharusnya perbedaan adalah hal yang wajar, tidak membuat NKRI menjadi terpecah belah seperti kondisi Indonesia saat ini. Islam itu damai no kekerasan.
Sebagai Mahasiswa kita sangat berperan aktif akan hal tersebut, kita juga harus pandai
dalam memilah Aswaja mana yang harus kita ikuti, bukan hanya menjadi ekor atau
pengikut tanpa ada dasar yang jelas.
Terlepas
dari hal itu, tugas kita sebagai Mahasiswa yang meneguk dalamnya sumur ilmu
pegetahuan di UINSA yakni harus mampu bersatu dalam perbedaan, Tidak ada
bendera di atas bendera, mampu melestarikan Aswaja di kampus kita sesuai pola
fikir yang sudah kita pelajari, juga mampu mengembangkan ilmu pengetahuan sains
dan mengintegrasikannya dengan ilmu-ilmu agama yang berlandaskan Al-Qur'an dan
Sunnah.
Syarat
ini adalah harga mati, sebab UINSA adalah benteng pertahanan di Indonesia dalam
menjaga Aswaja, jika tembok ini terkikis maka Indonesia akan kehilangan wajah
kampus Islam yang berasaskan Aswaja.
Oleh : Ayu Kamalia Khoirunnisa
penulis adalah mahasiswa semester III Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Sunan Ampel Surabaya
No comments:
Post a comment