Beberapa orang
dari berjuta-juta manusia di bumi menganggap bahwa hujan adalah hal yang
mungkin menyebalkan. Banyak aktifitas yang harus dihentikan saat hujan itu
turun. Namun tidak bagi diriku, hujan adalah fenomena yang Tuhan ciptakan untuk membuat
manusia bersyukur disetiap tetesannya. Apakah kamu tau apa yang lebih indah dari hujan?
Bagiku adalah pelangi.
Langit tampak
mulai membiru dan memunculkan sang fajar diufuk timur, namun selimut masih
enggan kubuka. Sayangnya, aku harus mengalah dengan alarm yang selalu mengangguku
untuk bersiap mandi dan berangkat ke kampus. Menurutku kuliah adalah rutinitas
yang membosankan jika dibandingkan
dengan melihat hujan turun di samping jendela dan
membayangkan sesuatu yang indah dimasa depan.
"Sukses itu
bukan ditunggu dan dibayangkan, tapi dikejar!," itulah salah satu ungkapan
dari beberapa teman sekampusku saat berkomentar atas perkataanku. Hal itu tidak membuatku lantas
membenci mereka, mungkin mereka belum tau saja bahwa tidak ada jaminan seseorang yang mengejar kesuksesan
akan menjadi sukses. Alangkah lebih baik menunggu
sukses itu dari pada mengejarnya dengan susah payah. Jika hujan adalah proses sukses dan pelangi
diibaratkan sebagai kesuksesan, bukankah sebaiknya kita menunggu hujan itu reda
sampai kita dapat melihat pelangi. Namun, jika memang
menunggu tidak menjadikan seseorang sukses bukankah sama saja dengan mengejar
kesuksesan tapi belum tentu sukses.
Beberapa argumen itu pun muncul difikiranku sebagai bentuk ketidaksukaanku
kepada perkataan mereka.
Sore ini hujan
turun dengan derasnya, beruntung aku sudah berada di cafe depan kampusku.
Seperti biasa, aku duduk di samping jendela dengan aerphone yang mengalunkan lagu yang bernada lembut dan
secangkir cappucino panas yang sudah tersaji dimejaku. Mataku masih setia
memandangi bagaimana tuhan menciptakan hujan hari ini, tanpa kusadari fikiranku
kembali terngiang perkataan
teman-temanku.
Jarum jam sudah
bertengger di angka lima, sayangnya hujan tidak mau menjauh dari tempatku
berpijak. Tiba-tiba mataku tertuju pada meja di depanku, dua orang paruh
baya sedang berbicara tentang pengalamannya hingga dirinya sukses. Diam-dam aku menyimak
perkataan mereka berdua. "Kalau kamu mau sukses, sekolah yang tinggi. Orang yang sekolahnya tinggi banyak yang sukses," lagi-lagi aku tertawa sinis mendengarnya. Aku pun tak
memperdulikan lagi perbincangan mereka berdua yang menurutku sudah sangat tidak menarik lagi.
Hujan pun perlahan
mereda, aktfitas pejalan kaki mulai terlihat. Banyak mahasiswa yang hilir mudik
entah untuk kekampus, kembali ke kos mereka, ataupun pergi ke cafe ini. Aku pun mendekati meja
kasir untuk membayar cappucino panas yang sudah ku pesan dan beranjak pergi meninggal cafe.
Di tenggah
perjalananku menuju rumah, aku masih memikirkan percakapan dua orang paruh baya
tadi. jika kesuksesan dipandang dari pendidikannya, lantas bagaimana Bob Sadino
menjadi sukses walaupun dia hanya lulusan sekolah dasar?.
Sesampainya di rumah,
aku pun menceritakan semua hal yang terjadi hari ini kepada ibuku. Dengan nada
pelan dan penuh kasih sayang, tangan ibuku bergerak membelai rambut hitamku dan
berkata dengan tenang. “Anakku, Jika hujan kamu ibaratkan proses dan pelangi
adalah kesuksesan lantas apakah kamu harus menunggu? Bukankah lebih baik kamu
merasakan bagaimana hujan itu menyentuh tubuhmu bukan menghayalkan bagaimana
rasanya hujan? Sama halnya kamu melihat pelangi anakku. Jika pelangi pasti
datang setelah hujan, apakah kamu hanya akan melihatnya di balik kaca cendela?
Atau keluar rumah agar terlihat lebih indah? Atau mungkin karena kamu di dalam
rumah dan tidak berada di samping jendela, lantas dapatkah kamu melihatnya?
Ingatlah anakku, cara seseorang meraih kesuksesan itu berbeda-beda, kamu boleh
memilih caramu sendiri tapi bukan berarti kamu menganggap cara orang lain itu
tidaklah benar ”.
Aku pun tersadar,
setiap pemikiran seseorang terhadap suatu hal pastinya berbeda-beda. Setiap
manusia memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Seperti halnya cara seseorang dalam menikmati hujan itu datang hingga melihat
pelangi yang indah muncul.
Oleh: Ismatul Nazza
*Penulis adalah Mahasiswi Semester III Manajemen Dakwah
UIN Sunan Ampel Surabaya
No comments:
Post a comment