![]() |
Amrul Mubarok* |
Sore yang damai itu tiba-tiba hancur karena masalah hak waris. Anak-anak ibu Rohini bersama ayah mereka saling mempertahankan keinginan mereka.
“Ayah ini bagaimana !, mana mungkin aku hanya mendapat 2 hektar tanah saja.” Bentak syahrul, yang saat itu
adalah seorang kepala desa.
“Ya itu memang jatahmu, sawah sudah kau miliki ! Apakah tanah
saudara-saudaramu ingin kau renggut juga.” Bentak Tini putri sulung bu rohini.
Suami bu Rohini mengiyakan apa yang dikatakan Tini, dan ia pun tidak
terlalu banyak bicara karena pipi nya yang kempong[1]
itu sudah sulit untuk melakukan bantahan yang keras.
“Syahrul kamu itu sebagai laki-laki apalagi seorang kepala desa harus
memiliki sikap bijak diantara saudaramu, jangan semena-mena. Hartamu juga
banyak, kenapa kamu harus mengumpulkan apa yang orang tuamu punya apalagi mau
merampas hak waris saudaramu.” sahut bu Rohini berusaha menenangkan suasana.
“Ibu jangan banyak bicara, diam saja disana. Nggak[2]
tau apa apa aja ikut ngomong[3].”
Dengan nada tinggi Syahrul membentak ibunya.
Seketika itu juga hati bu Rohini bagai tersambar petir, matanya pun
berkaca-kaca. Dia ingin menampar Syahrul tapi tangan tua itu tak mampu
melakukannya sebab syahrul segera memegangnya dengan kuat.
“Ibu, jangan kau lukai pipiku dengan tangan tuamu ini, sekarang duduk
disana jangan ikut campur masalah ini.” Kata Syahrul dengan nada yang semakin
geram.
Melihat ini suami pak Jono, dengan lirikan mata tua nya yang tajam
melotot pada Syahrul sebagai tanda kemarahannya dan ia membantu istrinya untuk
duduk di kursi ruang keluarga untuk menyaksikan musyawarah itu dari kejauhan.
Musyawarah itupun terus beralalu dan tak sedikit beberapa kata menghantam
perasaan pak Jono sebagai seorang ayah.
Masalah itu belum selesai juga namun adzan maghrib sudah berkumandang di
langit senja dengan iringan air mata yang terus mengalir dari mata bu Rohini.
Mereka pun menyudahi musyawarah yang
penuh derita bathin orang tua itu dan mereka pulang kerumah masing-masing
dengan wajah marah yang menyelimuti Syahrul dan Tini, sedangkan Jali yang saat
itu sebagai putra bungsu dan sekaligus tinggal dengan kedua orang tuanya ini
ikut pula merasakan siksaan batin yang diterima oleh orang yang sangat ia
cintai. Di sisi lain, ibu Rohini yang hanya terdiam menyaksikan kejadian itu
dengan air mata yang terus membanjiri pipinya. Hatinya pun terasa diiris-iris
melihat kedua anaknya gila harta hingga berani dengan kedua orang tuanya. Namun
pak Jono segera merangkul dan menenangkan hati istrinya tersebut.
“Sudah bu, sudah. Nanti juga pasti selesai. Jangan terlalu dipikirkan.”
Kata pak Jono menenangkan.
“Tapi pak, aku kaget melihat semua ini, aku tidak menyangka jika
anak-anakku bertengkar karena harta.” Jawab bu Rohini lirih.
“Sudah bu, ayo sholat dulu. Biar hati ibu tanang.” Rayu pak Jono.
Setelah sholat mereka pun menjalani kegaiatan seperti biasanya, namun ada
yang berbeda dengan bu rohini, air mata nya terus mengalir memikirkan kejadian
sore itu. Hingga semua tertidur ia masih nglamun[4]
sambil meneteskan air mata. Akan
tetapi keheningan malam itu tiba-tiba terpecahkan terdengar orang minta tolong.
“tolong, tolong, aduh sakit sekali.”
Ternyata suara itu adalah suara ibu rohini dari arah ruang keluarga,
penyakit ginjalnya kambuh lagi. Segera anak yang tinggal bersamanya mencari
kendaraan untuk membawanya ke rumah sakit. Di sisi lain pak Jono memegang erat
tubuh bu Rohini yang sudah tidak sadarkan diri lagi.
“Ibu!!! Kenapa bu!!, bangun bu bangun.” Teriak pak Jono resah.
Setelah jail sudah dapat pinjaman
mobil dia kemudian langsung memboyong ibunya ke puskesmas. Setelah sampai
disana ternyata pihak puskesmas tidak sanggup, dan menyarankan untuk dirujuk ke
UGD. Kegelisahan yang semakin menjadi-jadi terpancar dari wajah pak Jono.
Heningnya malam itu menjadi bukti kegelisahan hatinya yang tak tahu mau berkata
apa lagi dan apa yang harus ia perbuat kecuali kalam-kalam ilahi. Ditambah lagi
mobil puskesamas itu sempat terhenti karena bannya bocor. Namun itu dapat
terlalui dan merekapun akhirnya sampai di UGD. Ibu Rohini pun langsung dijemput
suster rumah sakit dan langsung dilarikan ke ruangan ICU. Ia mendapat perawatn
sangat intensif dengan segera. Kira-kira hampir 5 jam di ruang ICU, bu Rohini
kemuadian dipindahkan ke kamar melati. Kejadian ini membuat pak Jono serasa
menemukan cahaya terang jika bu Rohini akan segera membaik.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah.” Terus ia ucapkan sambil menuju kamar bu
Rohini
Hari demi hari berlanjut, tapi apa daya bila titah tuhan sudah
tergariskan seperti itu. Malam itu anak-anak bu Rohini kumpul semua untuk
membahas giliran menjaga ibu Rohini. Tetapi hal itu tidak ditemani pak Jono,
sebab ia tidak mau meninggalkan orang yang dia cintai melawan penyakitnya
sendirian.
“Ada apa sih jal, kamu kumpulkan kami?. Apa kamu tidak tahu kerjaanku
banyak.” Tanya Syahrul kakaknya dengan sinis.
“Kamu itu!! Rumahku jauh. Butuh berapa jam kesini ini. Dan sekarang
usahaku sedang banyak pesanan.” Tambah Tini
“Maaf mbak yu[5],
maaf kang mas[6].
Mohonlah waktunya untuk menjaga ibu, kalian kan juga anak-anak ibu, kasihan
bapak yang sudah tua itu harus menghabiskan
waktunya di rumah sakit terus menerus untuk menemani ibu.” Belas Jali.
“Kamu itu, kamu aja yang dekat yang jaga ibu. Ini uangnya!! Kalau butuh apa-apa
bilang saja nanti saya transfer. Bisa kan terima transfer uang, jaman sekarang
jangan jadi anak kolot[7]
ya!!!
Jali hanya mengangguk-angguk dan hanya dapat menghela napas panjang
mendengar jawaban itu, yang menjadi pikiran Jali. Setega itukah kakak-kakaknya
pada orang tua mereka sendiri. Namun karena sayangnya pada orang tua ia meneria
semuanya dengan ikhlas.
Setiap hari ia mondar-mandir sendirian mencari obat untuk kesembuhan
ibunya, yaitu dengan mendatangi orang pintar dan para kyai. Serta tak lupa
mengurus keluarganya di rumah. Tiap malam dan pagi ia lakoni tanpa mengeluh
sekakan tubuhnya tak tersimpan kata lelah.
Usaha memang tidak menghianati hasil, ibunyaberangsur-angsur sembuh. Dan
pada senin itu ibunya sudah diperbolehkan pulang. Namun sungguh kejam bagai
musuh dalam selimut, ketika ibu Rohini sedang diapaph berjalan menuju kendaran
untuk pulang, Tini dan Syahrul malah berdiskusi tentang hak waris.
“Tin, gimana nih warisannya. Ibu sudah tua, ayo segara kita urus.” Bisik
Syahrul pelan.
“Yah yang kemarin itu kak, kan sudah adil.” Jawab Tini cuek.
“Loh-loh, ngawur saja kamu ini, tidak bisa. Aku laki-laki harus dapat
banyak!!” Jawab Syahrul dengan nada agak keras.
“ Tapi selama ini, yang membiayai ibu adalah aku, jadi aku berhak dapat
banyak jika ditotal-total lagi.” Jawab Tini cuek.
“Sudah kak, sudah.” Jail menenangkan
“Diam kamu!!, tidak punya uang aja banyak bicara, dasar melarat[8]!!”
Bentak Syahrul.
“Kak, aku tahu kang mas adalah kepala desa dan mbakyu adalah pengusaha.
Tapi tahu diri dan tahu temapt kapan hal ini dibicarakan.” Jawab Jali agak
emosi.
Ibu Rohini yang dipapah suaminya mendengar semua itu, air mata pun tak
bisa dicegah untuk berlinang. Kejadian itu seolah menggoncak bathinnya dan
meremukkan jiwanya. Sehingga ia tiba-tiba drop
dan pingsan. Sungguh malang, ibu Rohini harus dilarikan dan dirwat di ruang ICU
lagi. Sebab penyakitnya semakin memburuk. Melihat ini pak Jono hanya dapat
terpaku diam dengan linangan air mata yang mmebasahi pipi tuanya itu, Sesekali
ia menhela napasnya, satu sisi melihat isterinya terbaring lemah tak berdaya,
disisi lain melihat anak-anaknya yang gila harta. Dia merasa sangat sedih dan terpukul.
“Duh gusti ingkang kuasa[9],
apa salah hambamu ini. Kenapa anak-anakku seperti itu. Apakah aku gagal
mendidiknya. Ampunilah dosa orang tua ini. Ya Allah Ampunilah aku.” Ucap pak
Jono lirih penuh penyesalan.
Hari demi hari berlangsung, kadang-kadang kondisi ibu Rohini membaik
kadang-kadang memburuk lagi. Hingga genap seminggu pada minggu malam pak Jono
izin sama jail untuk cari makan dulu. Pada ssat it pula kondisi ibu Rohini
drop. Jali berteriak-teriak memanggil dokter.
“Dokter tolong ibu saya, dokter, dokter, tolong ibu saya.”
Tim dokter datang segera, dengan segala kecanggihan alatnya mereka
memeriksa ibu Rohini. Di sisi lain Jali hanya memandang kesedihan yang masih
melekat di wajah ibunya yang anggun itu. Dokter memanggil Jali.
“Anda anak bu Rohini?”
“Iya dok, ada apa?” Jawab Jali yang penuh kekhawatiran.
“Tolong jaga ibu anda dengan ucapan kalimat-kalimat tuhan yang mulia,
kami akan berusaha melanjutkan tugas kami.” Kata dokter.
Tanpa pikir panjang, ia langsung menuruti perintah dokter, namun apa daya
jika ajal sudah datang yang merupakan titah tuhan untuk setiap yang bernyawa.
Ibu Rohini menghembuskan napas terakhirnya ditemani satu orang putranya dan
para dokter.
Saat pak Jono kembali, ia bingung dengan yang terjadi disana.
“kenapa banyak dokter? Kenapa ibu rohini dibawa keluar? Dimana jail?.”
Dari arah belakang jail meraih bahu bapaknya dan mengajaknya duduk.
Dengan penuh kasih sayang ia merangkulnya kemudian membisikinya dengan suaranya
yang halus penuh perasaan.
“Bapakku tersayang, ibu sudah dipanggil Allah.”
Tubuh pak Jono gemetar bukan main seakan ia juga ingin mati pulamenemani
isterinya.
“Oh Tuhan, istriku meninggal tanpa didampingi anak-anaknya, bahkan aku
sendiri tak kau izinkan menemaninya disaat terakhir ia akan meninggalkan dunia
ini.” Untaian kata lirih yang terucap dari mulut tua itu.
“sabar pak, sabar. Ini sudah takdir dari Tuhan.” Jawab Jali menennagkan.
Bapaknya berdiri dengan sisa kekuatan tuanya untuk menemui jenazah
isterinya dan ia tidak mau dibantu siapapun ia ingin sendiri ia ingin
membuktikan perjuangan terakhirnya kepada sang isteri. Sedangkan Jali segera
menghubungi saudara-saudaranya. Mereka sangat kaget bukan main. Penyesalan
terus terbayang, tetesan air mata terus berlinang, hingga proses pemakaman
selesai.
[1]
Sebutan jawa untuk pipi orang yang sudah sangat tua
[2]
tidak
[3]
berbicara
[4]
Melamun dalam bahasa jawa
[5]
Panggilan untuk kakak perempuan dalam bahasa jawa
[6] Panggilan
untuk kakak laki-laki dalam bahasa jawa
[7]
Ketinggalan jaman dalam bahasa jawa
[8]
Tidak punya uang,miskin dalam bahasa jawa
[9]
Oh Tuhan yang maha kuasa
*BIODATA DIRI
Nama Lengkap :
AMRUL MUBAROK
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI
Tempat, Tanggal Lahir :
SIDOARJO, 28 DESEMBER 2000
Asal Sekolah : SMAN 1 KREMBUNG
Jurusan :
IPA
No. Induk : 8449
Alamat : Ds. KEPER
Alamat Email :
amrulmubarok7@gmail.com
No. Handphone : 083854382400
No comments:
Post a comment