![]() |
doc. Repro Internet |
Araaita.com - Di
gedung auditorium UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, tepatnya Senin lalu
(18/12), tampak sekitar puluhan pasang mata mahasiswa dari pelbagai universitas menghadiri
Seminar Kepenulisan dengan tema 'Mengukir Sejarah dengan Aksara' yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) Arrisalah UINSA.
Acara seminar itu dinarasumberi oleh Brili Agung Zaky Pradika
(27) dan Soesilo Toer (81), adik Pramoedya Ananta Toer. Jarum jam menunjukkan sekitar
pukul 10 pagi, Brili, sapaan karib Brili Agung Zaky Pradika, menjadi narasumber
pertama saat itu.
Brili menyampaikan materinya dimulai dengan
pengalaman-pengalaman yang pernah ia lalui. Pria kelahiran Purwokerto itu dikenal sebagai Authormaker, seperti yang dilansir dari laman resminya yakni karena visi hidupnya,
“di tahun 2060, 7 dari 10 penulis di Indonesia ketika
ditanya siapa gurunya, mereka akan menjawab Brili Agung.”
Ia sudah melanglang buana ke seluruh pelosok Indonesia dan
Asia untuk memberikan training di perusahaan multinasional. Ia juga mencetak
puluhan penulis melalui salah satu lembaga miliknya, Inspirator Academy. Di
sana ia menjadi guru untuk semua yang ingin menginspirasi lewat tulisan.
Pria yang kini memiliki tiga perusahaan penulis itu ternyata dulunya
juga pernah menjabat sebagai Training Manager di Hotel Ritz-Carlton Jakarta. Ia
juga bercerita kepada audien tentang apa yang pernah diimpikan dahulu kala.
Dahulu sebelum ia kuliah, ia bercita-cita untuk menjadi
seorang dokter lantaran impiannya itu merupakan keinginan neneknya agar anak
cucu neneknya menjadi seorang dokter. Namun ternyata dari sekian anak cucu
neneknya itu tak satupun yang menjadi seorang dokter.
“Dulu cita-cita saya ingin menjadi seorang dokter, karena itu
juga keinginan nenek saya pada anak cucunya,” cerita Brili kepada audien.
Kemudian saat masih SMA itulah ia bersikeras belajar dengan
bersungguh-sungguh agar mendapat nilai yang ia inginkan agar bisa masuk perguruan
tinggi favoritnya. Namun tak dapat dipungkiri, usahanya tampak sia-sia ketika
ia diterima di jurusan perhotelan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
“Akhirnya saya coba saat SMA, saya belajar dengan tekun agar
bisa masuk perguruan tinggi favorit saya. Teryata nasib berkata lain, saya
diterima di Universitas Sebelas Maret Surakarta jurusan perhotelan,”
sambungnya.
Ketika ia mengetahui hal itu, ia sadar bahwa ia tetap
mensyukuri apa yang didapatkannya. Akhirnya ia mencoba menekuni hobinya
sebagai penulis, walaupun mendapat pertentangan dari orang tuanya dan membuat
ia diusir dari rumah oleh orang tuanya tersebut.
Waktu sudah berlalu, Brili kembali ke
rumah pas ketika malam lebaran. Ia meminta maaf kepada orang tuanya karena
sudah mengecewakan mereka. Namun, ia tak membawa tangan kosong, sebagai hadiah
dari permintaan maafnya ia membelikan dua tiket terbang ke tanah suci untuk
mereka berdua.
“Pak, Bu, saya minta maaf sudah mengecewakan. Saya belum bisa
berbakti kepada bapak dan ibu,” lanjutnya sambil mencium tangan dan kaki kedua
orang tuanya saat itu.
Dua tiket itu ia dapatkan hasil royalti
dari buku-bukunya yang laku terjual. Alhasil, keharuan mereka pecah saat itu
juga, merasa bangga terhadap anaknya itu. Lalu celetuk ibunya heran menanyakan
dari mana ia mampu beli dua tiket itu.
“Uang dari mana kamu bisa membeli dua
tiket ini, nak?” tiru Brili yang dikatakan ibunya pada saat itu. “Ini semua hasil
dari royalti buku-buku saya yang laku terjual, bu,” ungkapnya dengan nada
harunya.
Selain sebagai penulis dan pengusaha, ia
juga aktif di bidang sosial. Salah satunya ia mendirikan sebuah Rumah Tahfidz
Al Qalam di Banyumas. Sebuah Rumah Tahfidz gratis bagi yatim dan dhuafa. Rumah
Tahfidz ini ia bangun dari hasil royalti Kitab Penyihir Aksara.
Dari situlah ia memegang teguh pedoman atau slogan yang ia
kobarkan kepada para penulis, “slogan penulis adalah dengan mengubah patah hati
menjadi royalti,” ujar pria yang memakai jas hitam tersebut. (Moh)
No comments:
Post a comment