![]() |
Doc. Istimewa |
Araaita.com - Pemilu raya mahasiswa UINSA 2018 yang berlangsung pada Rabu (2/5)
di belakang gedung Twin Tower dan dimenangkan oleh pasangan calon (paslon) no
urut. 2 Afif Ghulam Irfani dan M. Hasan Basri dinyatakan cacat hukum.
Hal itu disebabkan proses dan terbitnya
Surat Keputusan (SK) Senat Mahasiswa (SEMA) UINSA pada tanggal 09 April
2018 Nomer: 136/KPTS/UINSA/A/IV/2018
tentang syarat dan ketentuan pendaftaran terbuka anggota Komisi Pemilihan Umum
Raya Mahasiswa UINSA ada indikasi pemalsuan Tanda tangan.
Selain daripada itu, SK yang keluarkan oleh
SEMA pada tanggal 13 April 2018 tentang hasil tes interview calon anggota
Kopurwa nomer : 1.001/137/KPTS/SEMA/A/IV/2018 juga ada indikasi pemalsuan tanda
tangan pada sekretaris.
Terbukti, dengan pernyataan yang
dikeluarkan oleh Sulton Arifin sebagai sekretaris dalam SK tersebut mengatakan,
bahwa dirinya tidak pernah tanda tangan sama sekali dalam proses PEMILU Raya
Mahasiswa 2018. "Pada intinya, saya tidak pernah tanda tangan samasekali
terkait dengan proses Pemilu Raya ini," terangnya saat dikonfirmasi oleh wartawan araaita.com.
Apa yang dilakukan oleh Senat Mahasiswa
ataupun bahkan oknom yang mengaku jadi SEMA UINSA terkait dengan penerbitan SK
palsu dan tanda tangan palsu ini melanggar Kode Etik Mahasiswa (KEM) pada pasal
11 tentang Larangan mahasiswa. Dalam pasal tersebut dikatakan, jika ditemukan
adanya pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh mahasiswa, maka mahasiswa
tersebut akan dikenakan sanksi berupa skorsing selama satu semester.
Atas tindakan pemalsuan SK dan tanda tangan
tersebut, Ahmad salah satu Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UINSA
meminta kepada pihak birokrasi kampus utamanya dewan kehormatan UINSA dan
Satuan Pengawas Internal (SPI) untuk segera menindak lanjuti dan bersikap tegas
terkait adanya pelanggaran ini. Sebab, menurut Ahmad, apa yang dilakukan oleh
SEMA UINSA atau oknom - oknomnya ini merugikan banyak mahasiswa dan juga
merugikan uang negara.
"Dengan terbitnya SK palsu tersebut
banyak kemudian mahasiswa yang dirugikan. Termasuk pula ada beberapa mahasiswa
yang mendaftar jadi anggota KOPURWA tidak diterima. Selain itu, akibat
pemalsuan SK dan TTD tersebut, proses dan tahapan Pemilu Raya tetap berjalan sampai
pemilihan dan tentu juga ini memakai anggaran dari kampus. Sehingga, hal ini juga
masuk pada kategori pelanggaran," tutur Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menjelaskan, jika kasus ini tidak segera
ditindaklanjuti dan UINSA tidak mampu menyelsaikan, ia akan melaporkan ke yang
berwajib. Sebab menurut Ahmad, perbuatan memalsukan tanda tangan, melanggar Pasal
263 KUHP dengan hukuman ancaman 6 tahun penjara dan pasal 221 KUHP dengan
ancaman hukuman 9 bulan.
"Kalau komisi disiplin kampus UINSA
atau birokrasi kampus tidak mampu atau tidak mau menindak dengan tegas kasus
ini, saya akan laporkan saja ke yang berwajib. Sebab ini juga bagian dari
pombohongan publik lewat SK palsu dan tanda tangan palsu,"imbuhnya.
Setelah dikonfirmasi oleh wartawan
araaita.com kepada ketua SEMA Moh. Said sebagai nama orang yang tertera di
dalam SK tersebut, sampai berita ini diterbitkan belum juga mendapat jawaban dan klarifikasi
terkait peristiwa pemalsuan SK dan tanda tangan oleh MUSEMA tersebut. (Ning)
No comments:
Post a comment