Penulis: Ummi Aida
Ilustrasi Pelemhana KPK (Doc: Internet)
Dilihat dari fungsinya, KPK adalah lembaga negara yang bersifat
independen yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang marak terjadi di
Indonesia.
Di lansir dari Kompas.id, semenjak awal berdirinya pada tahun 2004
hingga 2019 Komisi pemberantasan korupsi (KPK) telah menagani 1.125 kasus
tindak pidana korupsi. Adanya kalkulasi tersebut menunjukkan betapa banyaknya
para pejabat negara dari berbagai daerah yang melakukan tindak pidana korupsi.
Dilihat dari prestasi tersebut, adanya lembaga KPK, sangat membantu
pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengawasi para pejabat daerah
dari tindak pidana korupsi yang bukan hanya merugikan pemerintah namun juga
masyarakat Indonesia.
Selain itu, kasus-kasus yang ditangani oleh KPK juga mampu mengejutkan masyarakat
Indonesia, salah satu kasus yang sempat membuat heboh adalah korupsi berjemaah
yang dilakukan oleh 41 Anggota DPRD kota malang pada tahun 2018.
Namun sayangnya, KPK yang dulunya di canangkan sebagai lembaga
independen, bebas dari intervensi dan kepentingan politik kekuasan kini di
upayakan untuk menjadi lemah. Melalui revisi undang-undang KPK yang baru yakni,
undang-undang KPK nomor 19 tahun 2019 perubahan kedua atas undang-undang nomor
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan lagi menjadi
lembaga super power, yang independen serta bebas dari intervensi dan
kepentingan politik kekuasan.
Dalam undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tersebut, juga dijelaskan bahwa
penyadapan hanya hanya bisa dilakukan ketika sudah mendapatkan izin tertulis
dari Dewan Pengawas (DEWAS).
Tentu hal ini menjadi kendala tersendiri bagi KPK dalam melakukan
penindakan terhadap tindak pidana korupsi. Disamping berpotensi rahasia bocor
juga semakin sulit bagi KPK dalam bekerja.
Padahal penyadapan merupakan hal penting dalam penindakan tindak pidana
korupsi, karena dengan itu mampu mempermudah KPK untuk mengetahui siapa,
dimana, dan kapan akan terjadi transaksi atau praktek korupsi. Minimal dengan
penyadapan, KPK dengan mudah mendapatkan data yang riil tentang locus dan tempos
delecti adanya kasus korupsi.
Tidak hanya itu, OTT (oprasi tangkap tangan) yang merupakan bagian dari
sistem KPK dalam penanggulangan tindak pidana korupsi, yang biasanya dilakukan
dengan didahului penyadapan akan semakin sulit dilakukan oleh KPK.
RUU KPK yang kini menjadi UU Nomor 19 tahun 2019 tersebut menuai kontra
dari masyarakat. Salah satu reaksi yang
menarik perhatian adalah dari mahasiswa seluruh Indonesia yang menolak revisi
UU KPK dengan melakukan aksi demonstrasi. Mereka melakukan aksi demonstrasi
besar-besaran, bahkan banyak korban yang berjatuhan akibat dari aksi ini.
Bukan hanya mahasiswa, UU tersebut juga menuai banyak kritikan dari
berbagai lapisan masyarakat di Indonesia bahkan dari anggota KPK sendiri. Namun
meskipun begitu hal tersebut tidak mengurungkan niat DPR RI untuk merevisi UU
tersebut.
Meskipun banyak kritik dan penolakan dari berbagai lapisan masyarakat di
Indonesia undang-undang tersebut tetap di sahkan. Ditetapkannya hal tesebut
menunjukkan jika DPR dalam membuat keputusan tersebut tidak mempertimbangkan
suara rakyat, dan hal yang khawatirkan oleh masyarakat, jika undang-undang
tersebut disahkan akan benar-benar melemahkan KPK. Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai lembaga pemberantas korupsi.
No comments:
Post a comment